Selasa, 18 November 2008

AMERIKA = STATE TERORRISM=AMERICAN TERROR


TERORISM, Suatu istilah , yang sudah menjadi konvensi internasional dibawah tekanan amerika sebagai suatu suatu hal yang haram untuk dilembagakan, disebabkan karena amerika sendirilah sebagai mbahnya atau biang kerok state terrorism, disemua pelosok bumi ini demi kepentingan nasional mereka…!


Kita mengenal istilah state terorism, sebelumnya kita kutib: “Hanya sedikit dari kita” tulis dramawan Arthur Miller, “yang dapat dengan mudah berkeyakinan bahwa masyarakat harus berbuat yang masuk akal. Hilangnya kewarasan negara dan menghukum begitu banyak orang adalah tidak disa ditolerir. Sehingga bukti-bukti yang ada harus ditolak.”


State terorism adalah terorisme yang dilakukan oleh suatu negara kepada masyarakat atau negara lain. Pelaku terorisme bukanlah individu atau kelompok, tapi negara juga bisa melakukan tindakan terorisme. Negara yang dituduh sebagai state terorism tentulah kebakaran jenggot dan berusaha menyangkal mati-matian bahwa negaranya tidak melakukan tindakan terorisme kepada negara lain.


Harusnya PBB lah yang melakukan hal ini. Tapi permasalahannya, PBB mampu atau tidak melakukan hal ini. Kalau kita lihat, rupanya PBB belum mampu menjalankan tugas ini akibat dominasi negara-negara Barat yang memegang hak veto di PBB. Sekarang ini banyak kekecewaan yang menumpuk kepada PBB.


PBB dianggap tidak objektif ketika memutuskan suatu masalah. Hal ini dapat kita maklumi karena PBB berhadapan dengan “raksasa-raksasa.” Hal ini sangat dilematis, dan sudah terbukti bahwa PBB adalah alat legitimasi atas perbuatan teroris suatu negara atas negara, atau suatu negara atas rakyatnya dengan menciptakan ketakutan-ketakutan, baik dalam bentuk perang, intimidasi, teror-teror, sebab setiap ada teror canggih biasanya dilakukan oleh state terorism (negara teroris). Mereka mampu melakukannya karena memiliki organisasi intelijen yang canggih dan rapi. Mereka juga memiliki peralatan propaganda canggih untuk melakukan black propaganda. “Jadi pelaku teror canggih adalah state terorism.


Sebagai contoh inilah yang selalu digaungkan oleh negara teror yang bernama amerika terhadap bangsa palestina: "To end terrorism, end state terrorism" (untuk mengakhiri terorisme, akhiri terorisme negara)”, dimana mereka menganggap para pejuang palestina sebagai ”teroris”, padaha jika dirunut akar permasalahan berawal dari tindakan amerika dengan yahudinya yang merampas suatu tanah dan mengusir pemiliknya yang sah.


Sejak tahun 1945 sampai 2002, Amerika Serikat, telah melakukan intervensi terhadap negara lain sebanyak 67 kali, baik secara langsung dirancang oleh Pentagon maupun secara rahasia oleh CIA, dengan jumlah kematian sebanyak 22 juta manusia. Tapi kenapa hanya Islam yang dianggap sebagai pengusung terorisme...?


Adalah kenyataan bahwa "Berlusin-lusin pembunuhan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 justru dilakukan oleh 'kaum anarkis Eropa dan Amerika', sambil menebarkan bibit ketakutan kolektif. Tentara Republik Irlandia telah melakukan terorisme brutal selama beberapa dasawarsa terhadap Inggris...." melainkan juga banyak yang lain.


Tiap kali terjadi aksi teror, Osama Bin Laden dan Al Qaeda selau dikaitkan. Setiap kali terjadi pengeboman, disinyalir ”ulah terorisme internasional”. Genderang perang ditabuh untuk membasmi ”terorisme global”.

Mengapa setiap kali Israel menyerang Palestina, masyarakat dunia diam saja dan tidak memprotes bahwa tindakan itu merupakan aksi terorisme? Mengapa setiap kali keberingasan Israel membabi buta membunuh warga Palestina, tidak dikatakan sebagai teroris? Mengapa tidak ada yang berkoar-koar bahwa upaya Presiden AS George W Bush yang akan (mencaplok) menyerang Irak sebagai ”fatwa teroris”?


Realitas diproduksi, direkayasa secara intensif sehingga menghasilkan pandangan seolah-olah (as if) merupakan hal yang biasa saja. Hegemoni kesadaran ini tak lain keberhasilan dominasi dari suatu kelompok atau kelas sosial terhadap kelas sosial yang lain. Hegemoni kesadaran berhasil menanamkan pandangan hidup, relasi sosial serta hubungan kemanusiaannya sehingga diterima sebagai sesuatu yang dianggap benar (common sense) atau alamiah oleh masyarakat yang sebetulnya tersubordinasi.


Pikiran dan jiwa kita diarahkan untuk memandang terorisme hanya dari satu sisi, satu sudut pandang, sementara sisi-sisi yang lain terabaikan. Hegemoni ini juga menciptakan kesadaran palsu (false consciousness) di dalam masyarakat.

Dalam konteks Israel, Yahudi berhasil membangun opini publik bahwa tindakan Israel terhadap Palestina bukanlah aksi teroris. Hal senada juga dilakukan Amerika Serikat dengan memunculkan dan membangun opini publik bahwa Osama Bin Laden dengan Al Qaeda sebagai teroris—meskipun sampai sekarang belum terbukti benar.

AS juga berusaha—dan berhasil—meyakinkan masyarakat dunia bahwa tindakan menyerang Irak menggulingkan Saddam Husein bukanlah aksi teroris.

Konstruksi realitas dan penggalangan opini publik ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, khususnya dalam bidang informasi dan komunikasi. Diantaranya melalui pencitraan dan penciptaan simbol-simbol lewat media massa seperti koran, majalah, internet, TV dan lainnya.

Realitas-realitas buatan itu diproduksi secara intensif, terus-menerus sehingga berhasil memunculkan citra sebagaimana yang diharapkan oleh yang membuatnya. Dengan rekayasa ini, opini publik dikonstruksi, mind set manusia diarahkan.


Menurut Webster’s New World College Dictionary (1996), definisi terorisme adalah ”the use of force or threats to demoralize, intimidate, and subjugate..” Sementara Alan Bullock (1990) mengartikan terorisme sebagai ”penggunaan tindakan intimidasi, kekerasan secara paksa dan sistematik, untuk kepentingan politik tertentu.”


Pada definisi diatas, maka wujud aksi terorisme tidak saja yang kasat mata namun juga yang tak terlihat (invisible). Aksi terorisme tidak sebatas pada tindakan yang menimbulkan korban dalam jumlah besar, mengakibatkan kerugian seperti tragedi WTC dan Bali. Akan tetapi, segala bentuk tindakan untuk menakut-nakuti, mengintimidasi, mengacaukan dan memaksa dengan menggunakan kekerasan untuk kepentingan politik tertentu, termasuk aksi terorisme.

War terrorism, yaitu teror yang digunakan dalam sebuah perang sebagai bagian dari strategi perang. Factional terrorism, teror yang digunakan oleh satu golongan, kelompok tertentu untuk memperjuangkan kehendak politik mereka.


Economic terrorism, teror yang digunakan oleh sebuah organisasi pelaku ekonomi sebagai bagian dari strategi menguasai wilayah ekonomi. State terrorism, teror yang digunakan oleh negara sebagai satu bagian dari kebijakan politik untuk melindungi kepentingan politik tertentu.

Aksi Israel menyerang Palestina jelas-jelas merupakan bentuk state terrorism. Hal yang sama juga dilakukan rezim-rezim totalitarian seperti Rezim Nazi dan Stalin. Bukankah jika benar-benar terjadi, serangan AS terhadap Irak termasuk state terrorism?


Teror informasi dan komunikasi seperti yang umum dilakukan oleh media cetak maupun elektronik di indonesia melalui pencitraan (image) memiliki dampak yang lebih luas ketimbang teror fisik. Hal ini disebabkan karena memiliki jangkauan dan massif..


Konstruksi Terorisme

Tanpa sadar, acapkali kita terjebak dalam konstruksi realitas ketika memahami sebuah persoalan. Seringkali kita mengakui, bahwa fakta yang terjadi memang demikianlah adanya, sehingga ia dianggap mewakili kebenaran itu sendiri. Dan kita pun meng-”amini”-nya begitu saja.

Pemahaman kita terhadap realitas sosial berjalan begitu saja, searah, tanpa ada usaha untuk merefleksikannya. Anehnya, kita pun menerimanya tanpa prasangka, taken for granted. Padahal, apabila hal ini terus berlanjut maka yang terjadi kemudian adalah stagnasi, kemandegan berpikir.

Kalau tradisi berpikir kritis sudah tak lagi dimiliki masyarakat, yang hadir kemudian adalah kepalsuan-kepalsuan dan manipulasi fakta yang terbungkus rapi oleh realitas. Di zaman modern seperti sekarang ini, berbagai bentuk rekayasa dan manipulasi memberikan peluang yang sangat besar terhadap matinya nalar kritis (reason).


Dalam konteks ini, kita harus kembali berpikir (rethinking), menggugat kemapanan pendapat yang ada, agar tidak terbelenggu dalam apriori-apriori. Karena berpikir adalah tugas manusia, untuk menjadi manusia. Maka, kita harus selalu memelihara sikap skeptis, yaitu skeptis dialektis, ragu yang aktif.


Kita mesti mengakui bahwa terorisme dapat terjadi dimana saja, kapan saja, digunakan oleh siapa saja, ditujukan kepada siapa saja serta untuk kepentingan apa saja. Kalau kita mau fair, upaya pemberantasan terorisme tentunya tidak pandang bulu, tidak sebatas pada aksi-aksi yang kasat mata yang dilakukan oleh ”sekelompok orang yang tak bertanggung jawab”, tetapi juga yang tak terlihat, termasuk aksi teror yang dilakukan oleh penguasa dan pemerintah.


Jadi, terorisme hanyalah alat yang baru yang digunakan kaum imprealis yang tidak rela melepaskan negeri-negeri jajahan mereka?

Ketika hak-hak dan kepentingan kaum kapitalis mulai terusik, di situlah akan muncul riak-riak kekerasan, radikalisme, terorisme dan lain sebagainya. Sejauh kepentingan kaum kapitalis terjamin dan aman, saya pikir negara ini akan aman. Kenapa isu terorisme tidak muncul di masa Orde Baru. Kita tidak pernah mendengar masalah ini, hanya belakangan ini terdengar saat kebebasan informasi dan semua orang bebas bertindak. Kebebasan ini telah mengusik kepentingan kapitalisme dan imprealisme. Kaum kapitalis dan imprealis, untuk mempertahankan kepentingannya, menggunakan berbagai banyak cara.


Di Dunia tidak ada terorisme. Yang teroris adalah Amerika dan Israel. Sudah berapa banyak manusia yang terbunuh di negara-negara berdaulat, seperti di Pakistan dan Irak, karena ulah Amerika dan Israel. Aksi terorisme yang terjadi di Indonesia adalah luapan dari terorisme Amerika. Mereka hanya ingin balas dendam, ini bukan namanya bukan terorisme. Kuncen blog ini malah menyatakan Amerika dan Bush sebagai teroris terbesar di dunia.


Di satu sisi kuncen blog ini percaya akan teori konspirasi ini. Kalau kita lihat fakta, pasca tumbangnya komunisme, bagi Barat, yang menjadi ancaman serius adalah Islam. Sewaktu komunisme masih hidup, Islam dirangkul oleh Barat karena mempunyai kepentingan yang sama. Setelah runtuhnya komunisme, hijau menjadi bahaya selanjutnya bagi Barat. Bagi sebagian kalangan, masalah terorisme tidak lepas dari grand design Barat. Dengan alasan yang menjadi pelaku dan korban adalah negara yang penduduknya mayoritas Muslim. Teori konspirasi ini memang membutuhkan data dan fakta. Sejauh ini, data dan fakta yang beredar cukup mendukung kebenaran dari teori konspirasi.


Negara-negara yang berpenduduk muslim mayoritas mempunyai sumber kekayaan alam yang cukup banyak, seperti negara kita dan Irak. Tudingan bahwa Irak mempunyai senjata pemusnah massal hanyalah alasan untuk menutupi kepentingan penguasan atas sumber-sumber minyak di Irak. Faktanya, sampai saat ini tidak ditemukan adanya senjata pemusnah massal di Irak. Sebuah media Amerika menyatakan bahwa Bush dikibuli orang-orang di sekitarnya dengan menyatakan ada senjata pemusnah massal di Irak. Seperti juga kasus Afghanistan, motif penyerangannya terhadap negara ini tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ekonomi.


Kebijakan luar negeri AS nampaknya menampilkan secara eksklusif kebenaran menurut mereka sebagai gambaran legal/moral secara sepihak, sehingga nilai-nilai Barat seolah paling agung. Dan manakala dirasakan adanya ancaman, mereka tergambarkan seolah sangat lemah dan menderita, yang akhirnya menjadi pembenaran bagi kekerasan tanpa batas. Ini semua dilakukan guna melenyapkan segala bentuk rintangan yang berpotensi mengganggu pencapaian tujuan luar negerinya. Meski terkesan serampangan bahkan terlalu berani menginjak-injak hukum internasional dan menentang mayoritas warga dunia, tetapi itulah realitas ciri khas AS. Bahkan prinsip the end justifies the means secara terbuka diisyaratkan oleh Franklin D Roosevelt: "Anakku, diizinkan bagimu di saat yang sangat berbahaya untuk berjalan bersama iblis hingga engkau melintas jembatan". Ungkapan keji inilah rupanya yang memberi inspirasi bagi amerika untuk tidak ragu-ragu melakukan teror dimana-mana...!


Kuncen blog mengutib: Chomsky dalam sebuah wawancara dengan majalah Monthly Review pernah mengungkapkan bahwa AS sebenarnya adalah negara teroris paling terkemuka di dunia. Bahkan pemikirannya yang tertuang dalam bukuPirates and Emperors: International Terrorism in the Real World,mengata kan bahwa AS digambarkan sebagai sosok maling yang sedang meneriakkan maling kepada segelintir maling-maling kecil. AS adalah maling karena dengan segala cara menguasai dunia, baik dari sektor ekonomi, sosial, politik dan budaya. Ironisnya, AS tak pernah disebut maling, malahan dijuluki sebagai "polisi dunia". Pemikiran-pemikiran Chomsky patut kita renungkan dan dijadikan referensi dalam menyikapi berbagai tindakan kontroversial negara super teror tersebut.

Ya Allah saksikanlah.

Posting Komentar