Goerge Bush (bapak) mengumandangkannya secara terbuka pada beberapa tahun lalu, meskipun propaganda itu mungkin telah berlangsung lama. Itu tidak lain merupakan simbol “Illuminati”, kelompok elit yang memiliki rencana besar untuk menguasai dunia ini. Simbol Illuminati itu sendiri dapat kita amati pada lembaran uang satu dollar Amerika. Lambang piramida dengan mata Isis, Dewi Mesir kuno, yang bercahaya di puncak yang mengawasi segalanya. Simbol ini memiliki pesan dan makna tertentu seperti halnya banyak dikupas dalam berbagai teori konspirasi tingkat dunia.
Sepertinya tidak terlalu mengejutkan jika lalu kita mendapati adanya kesamaan dengan lambang resmi MI5, Britain's internal security service, betapa suatu kebetulan! Barangkali, mata satu di puncak piramida ini yang dikutip di dalam kitab-kitab tradisi dan buku-buku yang ditulis oleh penulis-penulis dari jazirah Arab dan Persia sebagai “Dajjal”.
Simbolisme merupakan bahasa misteri, yang mengungkapkan atau bahkan menyembunyikan sesuatu, yang tidak dipahami oleh mereka yang tidak memiliki pengetahuan.
Orang Kristen menggunakan salib, orang Yahudi menggunakan bintang Daud, dan sebagian besar orang menyangka bahwa ‘Bulan Sabit dan Bintang’ merupakan representasi dari simbol Islam, padahal tak ada dasar yang kuat untuk menyebutkan relevansi simbol yang muncul sejak pada masa Bizantium (Konstantinopel) ini dengan Islam, kecuali bahwa Sultan Turki lalu memilihnya sebagai simbol identitas pada sekitar abad 15.
Ajaran Musa, Yesus, dan Muhammad berasal dari Tuhan yang satu, mengajarkan untuk berserah diri kepada Tuhan semata, sebagai jalan hidup (din) yang universal. Tapi di setiap kurun waktu, selalu saja ada musuh nabi-nabi dan Tuhan yang memelencengkan ajaran itu, dan menempatkan tuhan-tuhan lain untuk diabdi.
Din yang diajarkan Musa, Yesus dan Muhammad telah berubah menjadi label-label agama dan sufiisme. Lebih jauh lagi, musuh-musuh itu telah menciptakan sekte-sekte lagi dalam setiap agama apapun dengan “orang-orang suci”nya masing-masing sebagai panutan.
Perpecahan dan kemusyrikan adalah dua sisi mata uang yang membawa kehancuran umat manusia. Berbagai strategi yang digelar oleh Illuminati pada dasarnya akan berakar pada dua hal itu, menjauhkan manusia dari tujuan eksistensinya di dunia ini, yaitu tunduk patuh hanya kepada hukum Tuhan semata, serta menggelincirkan manusia untuk tunduk pada sistem ‘taghut’.
Benih-benih perpecahan, kebencian dan keserakahan dieksploiatasi hingga ke batas maksimumnya. Sistem Tuhan yang anti riba, menghormati hak azasi individu dan menekankan persamaan kedudukan (bebas dari kepentingan rasial dan etnis) telah dibelokkan menjadi ekonomi rente, ketidak-adilan dan supremasi suatu kelompok atas kelompok lain.
Semua dilakukan dengan melalui bisikan-bisikan yang indah berkedok demokrasi, globalisasi dan ‘tatanan baru’ di bawah satu pemerintahan, seperti yang tergambar pada stempel yang mereka ciptakan.
Selain kemungkinan adanya hubungan dengan Firaun di jaman Mesir kuno yang menuhankan diri dan memperhamba bani Israel, lambang piramida itu mengisyaratkan adanya kekuasaan diktatorial, berkedok demokrasi, di bawah satu pemerintahan di puncaknya yang memberikan “cahaya” kepada dunia.
Pucuk kekuasaan inilah yang dikenal dengan Illuminati memiliki arti ‘yang dicerahkan’ atau ‘enlightened’. Illuminati ini disebutkan dalam teori-teori konspirasi sebagai memiliki tentakel-tentakel seperti IMF, World Bank atau WTO dan lebih banyak lagi organisasi yang bergerak di berbagai bidang, mulai perminyakan, teknologi informasi, media massa, dan terutama perbankan dan lembaga-lembaga keuangan.
Struktur organisasi mereka juga memiliki banyak lapisan piramida satu di dalam piramida yang lebih besar, seperti boneka Rusia, satu di dalam yang lainnya. Sedemikian kompleksnya, namun sistematis, sehingga antara fungsi atau fungsionaris operasional satu bisa jadi tidak mengenal fungsi atau fungsionaris operasional lainnya, apalagi bagi kalangan operasional ini untuk mengetahui Strategi Besar di pucuk pimpinan.
Bukan suatu yang tidak mungkin pula bahwa antara “pejuang-pejuang” ignoran penghuni gua-gua di Afghanistan dan serdadu-serdadu pencakar langit yang arogan yang terbang dengan pesawat-pesawat pengebom yang “saling” berperang pada beberapa tahun yang lalu ternyata dimainkan oleh dalang yang sama! Demikian pula dalam sistem kepemimpinan politik di negara adidaya AS, tidak ada perbedaan tentang apakah Partai Republik atau Demokrat yang memegang tampuk kekuasaan di AS, karena di atas mereka hanya ada satu pemegang strategi yang berada di jenjang piramida tertinggi. Seperti sutradara yang dapat memilih jalan ceritanya dengan cerita akhir yang telah di’plot’ dari awal.
Masyarakat dunia kini telah bebas dari penjara berjeruji sebagaimana bentuk imperialisme dan kolonialisme yang mencengkeram umat manusia di masa lalu. Dengan perkembangan teknologi dan kebudayaan yang maju pesat saat ini, melakukan lagi penjajahan seperti di masa lalu hanyalah suatu tindakan konyol yang segera mengundang kecaman dari seluruh dunia. Maka bentuk terbaru penjara tanpa terali telah dikembangkan untuk diterapkan di era globalisasi ini. Saat ini masyarakat suatu negara bahkan tidak sadar bahwa mereka telah berada dalam cengkeraman penjajahan dalam bentuk yang lebih canggih dan ‘halus’ ini.
Penjajahan yang ‘beradab’ ini bahkan dilakukan oleh lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi, perusahaan-perusahaan yang bersifat formal dan bonafid dengan program-program yang memiliki tujuan ‘mulia’, seperti bail out, hibah, bantuan teknis, pendidikan, konsultansi, riset hingga kerjasama militer.
Berbagai strategi dilaksanakan pada tingkat operasional yang terkadang saling bertentangan tetapi sebetulnya telah diperhitungkan untuk menunjang strategi yang lebih besar.
Penggantian kepala negara Afrika Selatan kepada seorang Nelson Mandela yang berkulit hitam adalah salah satu contoh.
Penggantian itu serta merta telah menyelesaikan persoalan ‘apharteid’ yang berlarut-larut dan secara tidak langsung merongrong operasi mereka di wilayah itu. Kini, mereka dapat beroperasi dengan lebih tenang sambil mengeruk kekayaan Afrika di bidang pertambangan, dengan tanpa terjadinya perubahan nasib secara berati bagi masyarakat kulit hitam.
Sebagian besar rakyat Afrika Selatan masih tetap saja terpuruk menjadi warga kelas dua.
Provokasi terhadap Irak untuk menyerang Kuwait pada dekade lalu, dan juga penyerangan gedung WTC New York dan Pentagon oleh “Al-Qaida” baru-baru ini adalah contoh lainnya lagi tentang bagaimana strategi semacam itu dilakukan.
Aneka hiburan, berbagai atraksi eksotis dan bahkan dogma-dogma keagamaan serta doktrin akan munculnya penyelamat dunia di akhir jaman sengaja ditiupkan dan ditanamkan ke masyarakat dunia yang tidak lain hanyalah untuk menutupi gerak langkah mereka serta menghipnotis manusia dari realitas yang sebenarnya dan untuk menjauhkan dari upaya umat manusia untuk mengubah keadaan.
Hampir setiap umat beragama dilenakan untuk menanti sang penyelamat dunia yang akan muncul suatu saat nanti, ketimbang menghadapi realitas untuk mengangkat nasibnya sendiri oleh mereka sendiri sekarang juga. Menimbulkan perpecahan, konflik dan sentimen antar golongan, agama, bangsa serta atribut sektarian lainnya adalah juga menjadi pelengkap dari strategi utama kolonialisme dan imperialisme baru ini.
The New World Order (NWO) hanyalah merupakan nama keren untuk menyebut Tata Dunia di bawah Hegemoni Zionis-Yahudi. Saat ini kita harus mengakui, pencapaian mereka untuk NWO nyaris final. Coba Anda sebutkan satu bidang kehidupan, misal politik, ekonomi, hiburan, media massa, atau militer, semuanya sudah berada di dalam genggaman jaringan Yahudi Internasional. Saat ini, tidak ada satu pun sisi kehidupan umat manusia yang bisa bebas dari pengaruh kaum penyembah Lucifer ini.
Namun alhamdulillah. Umat Islam masih punya satu bidang kehidupan yang sampai sekarang masih kebal terhadap pengaruh Yahudi tersebut, yaitu Iman Islam. Iman Islam yang lurus tentunya. Iman Islam yang berani mengatakan kebenaran walau banyak dicaci maki manusia. Iman Islam yang berani menyatakan sesuatu yang salah itu salah dan membela yang benar jika memang benar, walau mungkin dia berjuang sendirian untuk keyakinannya.
Iman Islam yang tidak goyah oleh kenikmatan dan kenyamanan dunia. Iman Islam yang teguh yang menganggap kemenangan bukanlah diukur dari seberapa banyak fasilitas dan kekuasaan dunia bisa diperoleh, namun dilihat dari seberapa banyak nilai-nilai Islam mewarnai kehidupan umat manusia.
Yahudi Internasional dengan segala kekuatannya tidak akan mampu mewarnai pribadi-pribadi lurus dan bersih seperti itu. Yang ditakuti Yahudi Internasional hanyalah satu: Muslim yang lebih mencintai akherat ketimbang dunia. Muslim yang lebih rindu syahid ketimbang rindu jadi caleg atau presiden. Muslim yang lebih mencintai saudara-saudaranya yang hanif ketimbang orang-orang yang tidak jelas akidahnya.
Muslim yang bangga dengan keislamannya sehingga tidak rela menukar simbol-simbol Islam dengan simbol-simbol lain. Muslim yang tetap teguh menyapa saudara-saudaranya dengan Salam ketimbang berteriak ‘Merdeka!’. Muslim yang lebih mencintai Sunnah Rasulullah ketimbang Sunnah Yahudi.
Satu-satunya yang ditakuti Yahudi Internasional adalah perkataan JIHAD. Tentu bukan dalam artian mengebom ke sana-ke mari tanpa tujuan yang jelas sembari menyenangkan syaikh-syaikh Saudi yang notabene sahabat dari orang-orang kaya Yahudi di AS.
Anda harus tahu, walau sudah memiliki kekuatan yang hebat dan dahsyat. Yahudi sesungguhnya tahu (dan juga sangat takut) bahwa di hari akhir nanti umat Islam akan memerangi mereka, seluruh alam akan memerangi mereka sehingga batu pun bicara untuk menunjuki tempat persembunyian mereka, kecuali satu yang menolong mereka: Pohon Ghorqod.
Sebab itu, sejak bertahun-tahun lalu, di wilayah Palestina yang mereka jajah, digelar program besar-besaran untuk menananmi tanah Palestina dengan pohon Ghorqod. Ini upaya mereka untuk menghadapi hari akhir. Yahudi adalah umat yang sesungguhnya tahu kebenaran, namun tetap mengingkari. Fasik.
Apa yang bisa kita lakukan di zaman sekarang ini? Kembalilah ke Islam. Islam dalam artian sesungguhnya. Bukan Islam yang dikerdilkan sekadar untuk memuaskan musuh-musuh politik.
Bukan Islam yang dibonsai demi mencapai kuota kekuasaan.
Bukan Islam yang mau tunduk pada kemungkaran yang ada di depan matanya. Jadilah pribadi yang lebih mencintai akherat ketimbang dunia. Jadilah pribadi yang berani mengatakan al-haq dan membongkar yang bathil, walau Anda nanti harus sendirian dan dicaci-maki teman-teman sendiri. Jadilah pribadi yang lebih mencintai orang-orang tertindas, kaum dhuafa, fukoro lan masakin, ketimbang berdekat-dekatan dan bermesra-mesraan dengan penguasa, koruptor, perampok uang umat, penipu, dan sebagainya. Jika Anda yakin berada dalam kebenaran, Anda tetap berada dalam jamaah Allah SWT, walau Anda sendirian! Allah SWT itu sendirian, dan kesendirian Allah SWT merupakan kekuatannya.
New World Dis-order
Global grand design yang dirancang AS, menempatkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia sebagai negara komponen pendukung bagi kepentingannya. Hal ini paralel dengan konfigurasi multipolarisasi. Namun, sebetulnya sekilas tampak ambigu, sebab, AS lebih menginginkan model uni-polar.
Hasrat menjadi hegemon tunggal, tampak semenjak perang dingin berakhir. Ini juga dapat dilihat dari beberapa peristiwa seperti perang Vietnam, perang Teluk (Iraq-Amerika), dan terakhir perang Afghanistan. Dominasi AS dalam organisasi-organisasi internasional, misalnya PBB begitu kental, dengan memaksa dewan keamanan mengeluarkan resolusinya untuk memerangi terorisme.
Gencarnya kampanye perang melawan terorisme global, mendesak setiap negara untuk menyatakan dukungannya, bahkan RRC sekalipun, demi kepentingan pasar, akhirnya memberi restu, demikian pula Rusia, memastikan di belakang Amerika, karena hubungan yang mulai baik antara keduanya.
Mencermati perkembangan dan perubahan yang terjadi, bisa dikatakan bahwa konsep balance of power yang ingin dibangun pasca perang dingin mengalami dis-orientasi, sebab kenyataannya, AS menjadi satu-satunya kekuatan tak tertandingi sampai kini.
Di samping itu, beredar pula asumsi bahwa, kondisi dunia saat ini tidak sesuai dengan obsesi AS, sebab telah keluar dari prinsip utama AS untuk melindungi semua kepentingan nasionalnya dan mempertahankan AS sebagai pemimpin dunia.
Warren Christopher dalam tulisannya America's Leadership, America's Oppurtunity (Jurnal Foreign Policy No. 95, Spring 1995) mengungkapkan, ada 4 prinsip utama politik luar negeri AS pasca perang dingin.
Pertama: mempertahankan kepemimpinan global AS di bidang politik, keamanan dan ekonomi. Prinsip ini adalah yang terpenting dalam upaya membentuk tata dunia baru yang lebih baik.
Kedua: mempertahankan pola interaksi yang konstruktif dengan negara kuat lainnya, di kawasan Eropa, Asia Pasifik, Timur Tengah dan Amerika Latin, khususnya bagi kepentingan ekonomi AS.
Ketiga: memperkuat institusi-institusi internasional sebagai mekanisme penyelesaian konflik internasional secara damai, dan
Keempat: mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi ke seluruh dunia sebagai prasyarat utama terciptanya perdamaian internasional.
Program besaran itu dapat diterjemahkan sebagai strategi politik luar negeri AS. Dalam arti luas, strategi politik luar negeri menurut Lovell (1975) adalah rencana dari suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional dengan mencegah aktor negara lain dalam meraih kepentingan tersebut.
Hal ini menjadi relevan, ketika muncul negara-negara "pembelot", sebut saja seperti Iraq dan Korea Utara, yang menentang setiap kebijakan AS. Belum lagi, negara-negara yang secara diam-diam dan pragmatis memanfaatkan AS. Semua itu, menjadi pertimbangan serius bagi AS, untuk mengklasifikasi negara-negara tersebut; musuh, setengah musuh setengah kawan, atau kawan.
Bila penilaian AS, bahwa konstelasi dunia saat ini lebih tidak menguntungkan bagi masa depan keberlangsungannya sebagai pemimpin dunia, maka lambat laun tapi pasti, AS akan melancarkan aksi berikutnya untuk merevolusi dunia. Sebab, AS cenderung menganggap tata dunia yang diinginkan telah gagal, dan menjadi sebuah keniscayaan bahwa isu terorisme sebagai angle yang tepat untuk melakukan itu.
Wallahu’alam bishawab.
(dikutib dr beberapa sumber)
Posting Komentar