Selasa, 17 Februari 2009

ISLAM KITA.


Rasulullah adalah suri teladan terbaik bagi kita. Dalam Alquran dijelaskan, jika mengharapkan rahmat Allah, kita harus meneladani perilaku Rasulullah (QS al-Ahzab : 21).

Sunnah Nabi (perkataan dan perbuatan) adalah sumber kedua ajaran Islam setelah Alquran. Antara Alquran dan Sunnah Nabi tidak bisa dipisahkan, karena Sunnah Nabi adalah penjelas maksud Alquran. Karena itu, kedudukan Sunnah sangat penting dalam ajaran Islam.


Dari Sunnah kita juga tahu bagaimana Nabi memahami dan mengekpresikan ajaran Islam. Adakah perbedaan ekspresi keislaman Nabi dan umat Islam saat ini.


Benar, Islam saat ini berbeda dengan Islam yang ditampilkan pada masa Nabi Muhammad Saw. Islam ditampilkan oleh Rasulullah Saw itu lebih halus dan lembut, penuh dengan rahmat, penyayang, dan tawadhu’, berbeda dengan realitas umat Islam saat ini.


Banyak faktor yang mempengaruhi ekspresi keislaman kita sehingga berbeda dengan ekspresi keislaman Nabi Saw.
Islam saat ini telah terkontaminasi sehingga tampil lebih, garang, emosional, dan egois.

Jika kita bisa mempraktikkan nama Allah yang 99 (asmaul husna), niscaya kita menjadi insan kamil (manusia paripurna).

Dari 99 sifat Allah yang sering diteladani Nabi adalah sifat-sifat Allah Swt. Kalau kita mengkaji Alquran, wajah Alquran halaman demi halaman banyak dihiasi sifat-sifat lembut Allah.


Contohnya, dalam bacaan basmalah tidak ada kalimat-kalimat kasar & ganas. Inti meneladani Rasulullah adalah mengekspresikan Islam sebagaimana mengekspresikannya.


Ekspresi keislaman Nabi adalah acuan moral kita dalam mempraktikkan ajaran Islam. Misalnya, Rasulullah menampilkan Islam sebagai agama yang lembut.
Kita tahu negara Arab negara padang pasir, sesuai dengan kondisi alamnya yang keras dan panas, sikap atau watak orang-orang Arab akan cenderung sangat keras.


Tapi Rasulullah berhasil menampilkan Islam sebagai agama yang lembut dan menciptakan tatanan masyarakat yang juga lembut. Ini berhasil sampai akhirnya tatanan masyarakat ini tidak bisa bertahan lama. Ia hancur beberapa tahun semenjak Nabi wafat.


Menurut Alquran, keislaman adalah “an going process”. Jadi, proses keislaman itu berlapis-lapis, artinya harus ada reislamisasi.

Jadi islamisasi itu harus dianggap sebagai “an going process”. Alquran diturunkan secara berangsur-angsur agar manusia dapat mengerti dan memahami ajaran Alquran itu sendiri.

Jadi, Alquran diturunkan tidak sekaligus, tapi tahap demi tahap, memerlukan waktu dan masa yang panjang agar pemahaman umat Islam (pada masa Nabi) menjadi benar dan baik.


Ekspresi keislaman saat ini tidak satu,. Kalau dulu orientasinya lebih kesemarakan (perbedaan), oleh karena itu harus ada pola pendalaman. Jadi, bukan kesemarakan Islam yang dijadikan pijakan, tetapi pendalamannya atau penghayatannya yang perlu diperdalam lagi.
Kita tidak bisa menimpakan kesalahan yang terjadi di tubuh umat Islam hanya kepada para ulama, karena mereka juga adalah manusia biasa yang bisa salah dan bisa benar.


Hanya saja, para ulama jangan berhenti belajar. Jadi, bukan masyarakat saja yang mesti belajar. Selain itu, sikap tawadhu’ harus menghiasi perilaku para ulama sebagaimana yang diajarkan dalam kitab Ta’limul Muta’alim. Kita tetap menghargai ulama dan kyai.
Meskipun demikian, penghormatan kita kepada para ulama dan kiyai jangan sampai menghilangkan daya rasionalitas dan kritis kita.


Kemudian jangan ada emosi dalam mencari objektivitas kebenaran. Perbedaan adalah hal yang wajar. Jadi, jangan kita jadikan perbedaan sebagai ajang permusuhan, tapi ajang perlombaan untuk tampil sebagai manusia terbaik di mata Allah.


Dari perbedaan pandangan atau perbedaan ekspresi keislaman melahirkan kelompok-kelompok di tubuh umat. Tak jarang antar kelompok ini saling berbenturan sesama mereka. Bagaimana Anda melihat hal ini?

Rasulullah diutus untuk melahirkan “masyarakat ummah”, bukan masyarakat kabilah atau kaum.

Dalam Alquran ada tujuh konsep komunitas yaitu hizbun, qaum, sya’bun, dan sebagainya. Tetapi ketujuh konsep komunitas ini tidak dijadikan rujukan oleh Rasulullah. Yang dijadikan konsep Rasulullah dalam membangun tatanan adalah konsep “ummah”. Kata “ummah” berasal dari kata ummu (ibu).


Dari kata ini lahir kata imamah (kepemimpinan), imam (pemimpin) dan makmum (yang dipimpin). Imam yang baik dan ma’muk yang baik melahirkan konsep imamah. Terciptanya Imamah yang baik melahirkan konsep ummah.


Dalam “masyarakat ummah” tidak ada pengelompokan masyarakat atas dasar enis, agama, dan sebagainya. Masyarakat melebur jadi satu dengan segala perbedaannya untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kebahagiaan bagi seluruh umat manusia, di dunia dan di akhirat.
Selanjutnya, khairu ummah (umat terbaik) adalah idealisasi masyarakat yang diharapkan Rasulullah.


Kita semua optimis dengan perkembangan masa depan Islam, meskipun saat ini umat Islam belum bisa menampilkan diri sebagai khairu ummah sebagaimana yang tadi anda katakan; sering bentrok antar sesama misalnya.
Alasannya, masyarakat islam semakin terbuka, semakin menuntut profesionalisme, transparan, dan sebagainya.


Jadi itulah Islam, tidak ada tempat bagi mereka yang curang, kolusi, dan korupsi. Semuanya sudah transparan dengan berkembangnya waktu dan teknologi. Saya yakin, seiring dengan perjalanan waktu dan kemauan umat Islam untuk selalu mempebaiki diri, kita akan tampil menjadi umat yang terbaik.

Alquran menyatakan bahwa umat Islam adalah bersaudara.
Tapi bagaimana membangun ukhuwah islamiyah (persaudaraan antarmuslim) jika umat Islam masih terkotak-kotak.

Ukhuwah akan terwujud jika umat Islam berhasil menyatukan pandangan mereka.


Terwujudnya ukhuwah islamiyah tidak mesti harus dengan keseragaman pemahaman agama. Di sinilah keindahan Islam. Nuansa warna-warni perbedaan yang tetap dalam koridor Al-Qur’an dan sunah , menunjukkan keindahan.

Kalau semuanya seragam, kehidupan akan menoton dan tidak indah lagi. Ini bukan apologi yang timbul di saat umat Islam tidak bisa mewujudkan persaudaraan.

Perbedaan dalam bahasa Arab dikenal dengan kata “ikhtilaf”. Ikhtilaf adalah perbedaan, tapi perbedaan yang konstruktif dan masih dibolehkan dalam ajaran Islam. Yang dilarang adalah perbedaan yang menjurus pada konflik, ketegangan, emosional, dan memutuskan silaturrahmi serta menimbulkan fitnah.
Seperti pertentangan kelompok Ali dengan kelompok Aisyah yang sama-sama keluarga Nabi, ini merupakan fitnah, bukan ikhtilaf lagi.


Nabi pernah bersabda, “Ikhtilaf yang terjadi di antara umatku adalah rahmat”. Sikap arif dan dewasa sangat penting bagi umat Islam saat ini.
Janganlah kita mudah mengatakan suatu hal bid’ah, karena sepanjang ada rujukannya, baik Alquran maupun hadits, semua itu dibenarkan dan bukan menjadi sandungan bagi umat Islam untuk membangun ukhuwah islamiyah yang solid.


Posting Komentar