Berbeda dengan amal lain, amal Jihad lebih menuntut banyak ijtihad. Hal ini disebabkan jihad adalah sejenis amal yang bersifat terapan dari nash ke dalam realita (tahqiq manath). Dengan demikian, unsur utama dalam proses ijtihad ini adalah pemahaman akan nash dan pemahaman akan realita (waqi’).
Disinilah titik kritisnya. Perbedaan pandangan pada dua unsur di atas, menjadi peluang besar bagi orang untuk berbeda (ikhtilaf). Pada sisi pemahaman nash, keberadaan nash mutasyabih (multi tafsir) bisa mengundang perbedaan persepsi. Juga pemahaman teks yang sepotong-sepotong, bisa memunculkan paham yang berbeda. Sementara pada sisi menurunkan teks ke dalam realitas (tahqiq); dimana unsur subyektifitas pelaku menjadi niscaya, ikhtilaf tidak bisa dihindarkan. Terlebih masing-masing individu maupun kelompok, memiliki penjara pengalaman.
Orang bisa bersepakat menjadikan istitho’ah (kemampuan), sebagai parameter operasi jihad. Meski demikian, dalam praktiknya orang bisa berbeda dalam mengukur “mampu”. Orang juga bisa bersepakat menjadikan “maslahat” (jihad harus mendatangkan maslahat) sebagai parameter operasi jihad, tapi giliran memandang “apa ukuran maslahat” ragam pemahaman bisa muncul. Jihad sangat lekat dengan hal-hal di atas.
Hari ini, di tengah penindasan bertubi-tubi yang menimpa Islam, kita disuguhi ragam perlawanan ummat. “Jihad” sebagai instrumen pembelaan dikumandangkan. Absennya Imamah udzma, melahirkan banyak imamah kecil dengan grand strategi yang berbeda. Mereka tidak diikat oleh kepemimpinan yang tersentral. Ikatan yang tersisa tinggal paham ideologi perlawanan meski bersifat global. Muncullah ragam model jihad dalam skala individu, kelompok kecil, hingga komunitas.
Yang cukup menyita perhatian publik adalah fenomema bombing di pusat keramaian sebagai tren yang cukup menggejala. Sebagai “ijtihad” baru, hal ini tidak hanya mengundang kontroversi di kalangan ummat, tapi di kalangan kelompok pergerakan. Bahkan lebih spesifik lagi, di kalangan kelompok yang berbasis jihad. Buku ini adalah salah satu cerminannya.
Ditulis oleh ‘master jihad’ membuat buku ini menarik untuk ditelaah. Penulis yang hingga masih mendekam di Penjara Yordan menulis refleksi-refleksi menarik sebagai evaluasi atas bentuk perlawanan dari entitas muslim itu. Di kancah tokoh Jihadis, Al-Maqdisy bukanlah pendatang baru. Dari “rahim” pengajiannya, banyak melahirkan tokoh-tokoh sekelas Abu Mus’ab Az-Zarqowy, komandan Jihad di Irak yang fenomenal itu. Tak heran, oleh Barat beliau dikategorikan sebagai ideolog Al-Qaeda yang sangat diperhitungkan. Bak seorang master, ia seolah tengah ‘menjewer’ murid-muridnya agar tidak kebablasan.
Sebagai manusia biasa, tidak tertutup kemungkinan penulis juga memiliki keterpenjaraan. Posisi beliau di penjara, membatasi akses informasi lapangan. Ini terlihat dari ketika beliau memberikan contoh-contoh kasus-kasus Irak. Meski demikian, substansi renungan beliau tetap bisa ditangkap sebagai kaedah global.
Harga: Rp.30.000,- + ongkos kirim sesuai tarif pos "kilat khusus", klik di: http://www.posindonesia.co.id/tarif_skh.php , dr
Posting Komentar