Sabtu, 31 Januari 2009

MARXIST LATAH...!!!


Dengan fenomena kejatuhan kapitalis di awal abad ke 21 ini...sangat banyak sekali anak-anak muda meng-idolakan Karl Marx sebagai suatu simbol perlawanan kepada kemapanan, pemikiran tersebut memang tidak bisa disalahkan, karena sebagai anak-anak muda yang membutuhkan figure pemberontak akibat ke-termaginalan didalam sistem kapitalis, maka mereka membutuhkan se-sosok idola sebagai regulator gejolak-gejolak yang ada didalam jiwa-jiwa mereka, sayang tanpa pemahaman apakah marxistme tersebut. Maka kesalahan terbesar akibat dari pemikiran tersebut adalah berada dipundak para juru dakwah, ulama, dai..yang kenapa tidak berusaha meluruskan kembali pemikiran-pemikiran mereka dengan mengambil contoh keteladanan Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah sendiri yang memikirkan nasib kaum buruh dan mesti menggajinya secara layak sebelum keringatnya kering dari tubuh? Rasulullah tidak mungkin Marxist karena Karl Marx sendiri belum lahir ke dunia.

Dan jika Islam sendiri yang menyatakan kemiskinan bisa mendatangkan kufur, apakah Islam Juga kesusupan komunis?...nah hati-hatilah wahai saudara-saudaraku yang latah mengagumi marxistme.

Pemaknaan dakwah harus sejalan dengan misi profetik Nabi SAW., yaitu pembebasan manusia dari segala bentuk kooptasi tirani dan ketertindasan. Dalam catatan kitab sirah al-nabawiyah, Rasulullah tidak pernah melakukan gerakan pembebasan atas pertimbangan agama atau suku.
Nabi melakukan misi pembebasan atas dasar-dasar kemanusiaan dengan dibimbing oleh wahyu...!!!

Rasulullah diutus, struktur masyarakat masyarakat Arab dikenal feodal, paternalistik, dan melahirkan penindasan. Secara garis besar, mereka terbagi dalam dua kelas yang saling bertentangan, kelas terhormat yang menindas (the oppressor) dan kelas budak dan orang miskin yang tertindas (the oppressed).
Sang Nabi hadir Pada waktu itu untuk merontokkan kesenjangan sosial dan memperjuangkan kesetaraan.

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Maidah:8).

Catatan kecil ini sedikit mengulas tentang ideologi marxis sebagai suatu utopia yang menjual penderitaan sebagai kepentingan zionis...
Karl Marx dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1818 di Kota Treves (Trieste, Trier), Provinsi Rhein di Prusia. Karl Marx muda mengalami sendiri masa-masa perkembangan awal kapitalisme dimana sawah-sawah mulai digusur untuk pendirian pabrik-pabrik, dimana para petani miskin yang kehilangan tanahnya terpaksa melamar bekerja di pabrik-pabrik.

Gagasan dan pemikirannya terutama diawali dengan kajiannya terhadap kritik Feuerbach atas konsep agamanya Hegel yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan Allah SWT.
Marx yang materialistik benar-benar menolak konsep Hegel yang dianggapnya terlalu idealistik dan tidak menyentuh kehidupan keseharian.
Bagi Marx, agama hanya sekedar realisasi hakikat manusia dalam imajinasinya belaka, agama hanyalah pelarian manusia dari penderitaan yang dialaminya.
Agama inilah yang merupakan simbol keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Marx mengadopsi sekaligus mengkritisi dialektikanya Hegel yang dianggapnya tidak realistik itu. Marx juga menganggap filsafatnya Hegel, yang idealistik itu, memiliki konsep yang terbalik.
Atas hal ini, Marx mengemukakan konsep dialektika materialistik yang mengacu kepada berbagai konsep struktur sosial.

Dimana di dalamnya tercermin konflik sosial dengan yang menggambarkan upaya-upaya pembebasan atas eksploitasi para majikan kepada kaum buruh dalam semua proses produksi yang melibatkan dua kelas sosial yang berbeda, proletar dan borjuis.

Kelas sosial inilah yang nantinya harus tidak ada karena, menurut Marx, pada suatu saat akan terwujud masyarakat komunisme; yaitu masyarakat sosialis karena runtuhnya kapitalisme, di mana di dalamnya tidak ada lagi kelas-kelas sosial dan tidak ada lagi hak kepemilikan pribadi. Inilah masyarakat yang menjadi obsesi Marx.
Untuk mewujudkan hal ini, menurutnya, perlulah dilakukan analisis terhadap sistem ekonomi kapitalis.

Agama adalah mimpi akal manusia dan agamalah yang menyembah manusia ujar Karl Marx. Karenanya, konflik akan terjadi jika agamaj jauh dari politik, ujar Harvey Cox Agama adalah mimpi akal manusia. Agamalah yangmenyembah manusia (religion that worships man). Agama sendiri yang menyatakanTuhan adalah manusia dan manusia adalah Tuhan (God is man, man is God). Jadi,agama akan menafikan Tuhan yang bukan manusia. Makna sebenarnya dari teologiadalah antropologi

Senada dengan pendapat diatas, para teolog kematian Tuhan (death-of Godtheologians) seperti Karl Barth (1886-1968), Dietrich Bonhoeffer (1906-1945),Paul van Buren, Thomas Altizer, Gabriel Vahanian, William Hamilton, Woolwich,Werner and Lotte Pelz, dan beberapa lainnya, menggagas teologi radikal.

Intinya memberontak terhadap “cengkeraman” Tuhan.

Karl Barth, misalnya,menegaskan “agama sebagai ketidakpercayaan” (Religion as Unbelief).

Dietrich Bonhoeffer, yang dieksekusi oleh SS Nazi karena terlibat dalam plotmembunuh Hitler, menyeru: “sudah tiba saatnya bagi Kristen tanpa agama” (areligionsless Christianity).

Gabriel Vahanian, seorang Teolog Neo-Calvinismengatakan: “sekular adalah keharusan seorang Kristiani. Kematian Tuhan adalahperistiwa agama sekaligus budaya.” Werner and Lotte Pelz mengumandangkan “Tuhantiada lagi” (God is no more).

Dengan pendapat-pendapat seperti itu, tidak berarti para teolog Kristen tersebut menjadi atheis, karena mereka masih memercayai wujudnya Tuhan.

Hanya saja, menurut mereka, manusia merupakan prinsip filsafat yang palingtinggi. Agama untuk manusia bukan manusia untuk agama. Tuhan untuk manusiabukan manusia untuk Tuhan.
Peran Tuhan dalam kehidupan masyarakat digantidengan peran Manusia.

Mengenai etimologi sekuler lihat lebih mendetil buku Harvey Cox, The Secular City: Secularization and Urbanization in TheologicalPerspective, New York: The MacmillanCompany, hlm. 16-18). Sekuler, lanjut Cox, adalah kata netral, tidakberkonotasi negatif.
Kata tersebut menjadi negatif karena pengaruh filsafat Persia dan Yunani. Sekular bermakna zaman yang sangat panjang (a very long time) atau sebuah masa (anepoch), “waktu-dunia” a world-age.” (Harvey Cox, “Why Christianity Must Be Secularized,” di dalam The Great Ideas Today 1967,
Chicago: EncyclopediaBritannica, Inc. 1967, hlm. 9.).

Salah satu bagian dari teologi sekuler adalah politik tidaklah sakral(desakralisasi politik). Sekularisasi dalam politik bermakna bahwa dalammasyarakat yang sudah tersekulerkan, tidak seorang pun boleh memerintah atasotoritas ‘hak Tuhan.’ Jika Gereja masuk dalam wilayah politik, maka konflikakan terjadi. Konflik tidak akan terjadi, jika Iman (Kristiani) itu antipolitik (Harvey Cox, The Secular City, hlm. 22-26).

Pendapat Cox bisa dengan mudah difahami. Memang jika Gereja mengatur Negara,maka akan terjadi bencana kemanusiaan.
Pada zaman pertengahan, misalnya, Gereja yang dominan dalam mengatur kehidupan bernegara. Hasilnya, ikwisisi sadis yangtidak terbayangkan dalam peradaban manusia. Berdasarkan pengalaman sangat pahititu, maka Barat menolak jika agama (Kristen) dihubungkaitkan dengan politik.Solusinya adalah politik sekuler.

Jadi, sistem politik sekuler bersumber dari sejarah traumatis masyarakat Barat.Sayangnya, gagasan pemikiran sekuler diadopsi oleh beberapa sarjana Muslim. Mohammed Arkoun, misalnya, berpendapat bahwa sekularisasi akan membebaskan kaumMuslim dari kekangan-kekangan idiologis. Jadi, tidak perlu agama-agama pagan dipisahkan dari agama-agama wahyu.

Pemisahan dan pembedaan ini menunjukkan adanya suatu konsep teologis yang semena-mena. Pandangan sekuler menunjukkanbahwa ia memandang kedalaman berbagai hal, hingga ke akar-akarnya melalui pembentukan pandangan yang lebih absah, adil dan cermat. (Lihat Muhammad Arkoun, al-‘Almanah wa al-Din: al-Islam,al-Masihiyyah-al-Gharb, Pen. Hashim Salih, London: Dar al-Saqa, 1990,hlm. 23).

Senada dengan Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd juga menolak wacana agama (al-khitabal-dini) dan menyeru wacana ilmiah (al-khitab al-‘ilmi). Wacana ilmiah-rasionalyang dimaksud adalah wacana sekuler (‘ilmani).

Menurut Nasr Hamid, apa yang dimaksud dengan ‘Shariah’ adalah semata-mataproduk manusia. Bahkan al-Qur’an sendiri ketika ia diwahyukan kepada Nabi, makaal-Qur’an itu sudah berubah dari wahyu menjadi penafsiran manusia (Nabi). (NasrHamid Abu Zayd, Naqd al-Khitab al-Dini,Kairo: Sina li al-Nashr, Edisi Pertama, hlm. 93).

Jika argumentasi Arkoun dan Nasr Hamid diikuti, maka tidak akan ada lagi yang sakral.
Kenyataan idiologis bahwa politik perlu diisi dengan nilai-nilaikeislaman, misalnya, akan tersingkir. Institusionalisasi agama akan dipinggirkan. Fungsinya akn diminimalisir.

Sehingga institusionalisasi agama menjadi ‘asing’. Jika ini sudah terjadi,proses pembubaran institusionalisasi agama akan lebih mudah dilakukan.

Selain merenggangkan dan mengikis hubungan antara agama dan politik,desakralisasi politik bukanlah jaminan akan keamanan dan kebahagiaan masyarakat.

Idiologi Politik sekuler bisa saja ikut mendorong berbagai tindakan yang semena-mena.Apalagi demi membela eksistensi idiologi politik sekular itu sendiri.

Jadi, jika politik jika tidak diisi dengan nilai-nilai kebenaran dankeruhanian, maka bentuk dan nilai politik tersebut akan menjadi liar. Karena itu, Islam, sebagai sebuah yang penuh dengan nilai-nilai keruhaniaan,tidak terlepas dari politik.
Nilai-nilai Islam sangat perlu diberi peran dalam soal pemerintahan dan kepemimpinan.

Dalam Islam, kekuasaan politik didasarkan atas Kuasa Ilahi (Divine Authority) dan kuasa suci Rasulullah. SAW., yang merefleksikan Kuasa Allah SWT. Kuasa yang sama juga ada pada mereka yang mencontohi dan mengikuti sunnah Rasulllah SAW. Justru sebenarnya setiap Muslim harus menolak klaim kuasa suci oleh siapa pun kecuali penguasa yang meneladani sunnah Rasullullah SAW dan mematuhi undang-undang Allah SWT.... ”sistem khilafah”

Jadi, sebenarnya seorang Muslim hanya perlu taat kepada Allah, Rasulullah SAW dan pemimpin yang meneladani sunnah Rasulullah. SAW.

Desakralisasi politik jelas menafikan peranan ulama yang berwibawa dalam sistem pemerintahan.
Padahal, Rasullullah saw. sendiri sudah mencontohkan dirinyasebagai pemimpin negara.
Hal ini juga diikuti oleh para penggantinya, khulafaal-Rasyidin yang semuanya arif dalam masalah agama.

Menceraikan Islam dari politik akan menghalang peranan pandangan hidup Islam tersebar di dalam masyarakat.Agama menjadi urusan pribadi bukan publik.


HATI-HATI TERHADAP MARXIST SEBAGAI IDEOLOGI DASAR ISLAM LIBERAL....
Maka akibat dari pemahaman yang keblinger didalam menterapkan ideologi marxistme sebagai pisau bermata dua...didalam kaedah sosiologis ekonomi se-akan-akan ”sangat normatif” tapi disisi keagamaan menjadi sangat liberal, dengan pemahaman sebagai berikut dan selalu di propagandakan oleh JIL:

Liberalisasi Islam dilakukan melalui tiga bidang penting dalam Islam, yaitu:
(1) Liberalisasi bidang aqidah dengan penyebaran paham pluralisme agama. Paham ini menyatakan bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan yang sama. Maka setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa hanya agamanya saja yang benar. Menurut mereka, salah satu ciri agama jahat adalah agama yang memiliki klaim kebenaran mutlak (absolute truth claim) atas agamanya sendiri.

(2)Liberalisasi konsep wahyu dengan melakukan dekontruksi terhadap Al-Qur’an. Para liberalis Islam telah memosisikan diri sebagai epigon terhadap Yahudi dan Kristen yang melakukan kajian “Biblical Criticism”. Kajian kritis terhadap Bible yang memang bermasalah.
Menurut liberalis “All scriptures are miracles; semua kitab suci adalah mukjizat. Jadi Al-Qur`an sejajar dengan Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, Weda, Bagawad Ghita, Tripitaka, Darmogandul dan Gatoloco (?).

(3) Liberalisasi syari’at Islam. Hukum-hukum Islam yang sudah qath’i dan pasti dibongkar dan dibuat hukum baru yang sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara yang jadi barometernya bukan lagi Al-Qur’an dan As-Sunnah tapi demokrasi, HAM, gender equality (kesetaraan gender) dan pluralisme.

Kalau orang menyakini bahwa semua agama benar, bahwa Tuhan semua agama itu sama, hanya berbeda dalam memanggil, bahwa semua kitab suci itu sama mukjizat, masih patutkah dikategorikan sebagai seorang muslim dan mukmin?

MAKA BERHATI-HATILAH TERHADAP MARXISTME....!!! JANGAN BICARA SYARIAT JIKA MENGACUNGKAN TINJU DIDEPAN ALLAH SWT...!!!
Wallahu a’lam.

Posting Komentar