Sabtu, 17 Januari 2009

ISRAEL NEGARA ZIONIS DENGAN IDEOLOGI RASIALIS


Zionisme dan organisasi semisalnya yang menjadi cikal bakal kelahiran rezim ilegal Israel di tanah Palestina, adalah sebuah gerakan ideologi rasialis, sementara agama hanya dijadikan sebagai alat untuk mendukung merealisasikan cita-citanya. Karena itu wajar jika kaum Zionis tidak pernah menghargai bangsa Arab khususnya Palestina, termasuk mereka yang beragama Yahudi. Sejak berdiri di negeri Palestina, Rezim Zionis telah melakukan berbagai macam kezaliman terhadap bangsa Palestina.

Zionisme terbentuk dari berbagai pemikiran, ideologi dasar, organisasi politik dan sebuah proyek sosial, dengan mencanangkan dua hal yang menjadi cita-citanya. Yaitu, kembali ke negeri yang dijanjikan dan membangun umat Yahudi. Kaum Zionis sejak sekitar 100 tahun lalu, ketika ide pemikiran Zionisme mulai digulirkan berusaha keras untuk mewujudkannya. Hal terbesar yang telah mereka lakukan adalah mendirikan sebuah rezim pemerintahan di negeri Palestina dengan nama Israel tahun 1948.

Lahirnya rezim ini diawali dengan perang yang menyengsarakan rakyat Palestina. Ratusan ribu warga Palestina tewas, terluka dan terusir dari negeri mereka. Semua itu terjadi didepan mata negara-negara adidaya dan sesuai dengan rencana dan skenario yang telah bersama-sama mereka susun. Berdasarkan skenario tersebut, Zionis harus menjadi yang terkuat di kawasan. Untuk itu, segala sarana baik alat-alat militer maupun pengaruh politik gerional dan global harus diperbantukan untuk Israel. Di saat itulah, rakyat Palestina yang tanpa penolong dipaksa mengungsi keluar dari tanah leluhur mereka.

Kisah keterusiran warga Palestina dari negeri mereka juga berusaha disamarkan oleh kaum Zionis. Dengan mendistorsi fakta sejarah, mereka mengatakan bahwa orang-orang Palestina tersebut meninggalkan negeri ini karena terbujuk oleh ajakan para penguasa Arab dan non Arab yang menawarkan perlindungan di luar Palestina. Dengan kata lain, orang-orang Zionis berusaha mengesankan bahwa negeri Palestina adalah negeri tanpa penghuni, sehingga langkah mendirikan negara bernama Israel di negeri ini dapat dibenarkan.

Para pemimpin Rezim Zionis Israel dan para pemikirnya tidak pernah mengakui adanya bangsa bernama Palestina yang hidup di sana. Sebab jika mengakuinya, rezim ini harus memberikan hak-hak kepada orang-orang Palestina sesuai dengan ketentuan internasional. Jika keberadaan rakyat Palestina diakui, berarti Israel harus pula mengakui gerakan perlawanan yang dilakukan para pejuang bangsa ini dalam rangka merebut kembali hak-hak mereka. Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip dasar ideologi zionisme.

Pengkaburan atau lebih tepatnya distorsi fakta sejarah itu ditentang luas oleh para peneliti independen, bahkan dari dalam Israel sendiri. Eylan Babey, dosen di universitas Haifa Israel mengatakan, dukomen dan data sejarah mengenai perang tahun 1948 membuktikan bahwa orang-orang Zionis telah melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat Palestina untuk memaksa mereka keluar dari negeri ini. Kisah Palestina adalah kisah derita dan tragedi.

Dalam melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina sejak tahun 1948 hingga kini, Rezim Zionis dibantu oleh lembaga-lembaga khususnya antara lain Organisasi Zionisme Herzl. Organisasi ini dididirikan tahun 1897 oleh Theodor Herzl jurnalis Yahudi keturunan Hongaria yang tinggal di Swiss. Organisasi Zionisme Herzl dikenal sebagai sebuah organisasi rasialis dan ekstrem. Nama Zionisme diambil dari nama gunung Zion tempat berdirinya kota Beitul Maqdis atau Jerussalem.

Zionisme bentukan Herzl mencita-citakan berdirinya sebuah Negara Yahudi di Palestina dan mendirikan tempat peribadatan Kuil Sulaiman di lokasi tempat Masjidul Aqsha berdiri. Dengan cita-cita tersebut, masyarakat dunia menyematkan label rasisme untuk gerakan Zionisme ini. Apalagi untuk mencapai tujuan dan cita-citanya, Zionisme merasa berhak menggunakan segala cara termasuk cara-cara yang paling tidak manusiawi.

Untuk dapat mencapai cita-cita besar seperti itu, orang-orang Zionis merasa perlu merangkul kekuatan-kekuatan adidaya untuk memperoleh dukungan dan bantuan. Upaya itu dituangkan dalam konferensi Baltimur yang digelar tahun 1942 di Amerika Serikat. AS dipilih sebagai tuan rumah konferensi karena di negara ini, orang-orang Yahudi Zionis memiliki pengaruh dan lobi yang cukup kuat. Lebih dari itu, pada dekade 1940-an, AS telah bersiap-siap untuk memimpin Blok Barat yang kapitalis.

Sejak terbentuk, Organisasi Zionisme Herzl telah menyelenggarakan lima tahap konferensi yang membahas berbagai hal berkenaan dengan gerakan ini. Tahap pertama antara tahun 1897 hingga 1903, tema pembahasan yang diangkat berkenaan dengan masalah keagamaan, kesulitan yang ada dalam mengorganisasi para pemeluk agama Yahudi di seluruh dunia, kajian tentang kondisi Palestina dan pengkaderan.

Tahap kedua antara tahun 1904 hingga tahun 1916 dibahas tentang pragram praktis di Palestina, pengkaderan orang-orang Yahudi dan penyelesaian friksi dan silang pendapat yang ada antara para pemuka dan tokoh politik Zionis. Pada tahap ketiga antara tahun 1917 hingga 1947 pembahasan difokuskan pada masalah perombakan struktur organisasi dan upaya untuk memperluas jaringan sampai ke tingkat internasional.

Tahap keempat antara tahun 1948 sampai 1978 diwarnai dengan masalah perang dengan rakyat Palestina, pembagian negeri ini, pengumuman berdirinya Israel, pengukuhan, pengembangan dan modernisasi program untuk menduduki kota suci Beitul Maqdis atau Jerussalem, serta Judaisasi kota ini. Pada rentang masa tersebut, Rezim Zionis mendatangkan imigran Yahudi dari berbagai negara ke Palestina secara besar-besaran. Antara tahun 1979 hingga saat ini, Zionisme mengagendakan program untuk mengeluarkan Israel dari keterkucilan dan membujuk negara-negara Aran untuk mengakui eksistensinya. Dalam rangka ini Israel berhasil merangkul Mesir lewat Perjanjian Camp David, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) lewat Perjanjian Oslo dan Jordania melalui perjanjian Wadi Arbah. Tidak hanya itu, sejumlah negara Arab juga menjalin kontak dan hubungan terselubung dengan Rezim ini.

Lembaga penting kedua yang mendukung program Zionisme adalah Organisasi Militer Haganah yang didirikan tahun 1921 di kota Beitul Maqdis. Organisasi inilah yang menjadi tulang punggung utama gerakan zionisme setelah membentuk angkatan bersenjata untuk mendukung pembentukan negara Israel. Dengan menjalankan program-program zionisme, barisan tentara ini berkembang dan membesar. Orang-orang Yahudi yang pernah terjun di perang dunia kedua membela Inggris ikut bergabung dalam barisan tentara Haganah. Mereka inilah yang lantas ikut memadamkan api perlawanan rakyat Palestina terhadap penjajahan antara tahun 1936-1939.

Di penghujung dekade 1930-an, Haganah berhasil membentuk regu-regu perang di bawah komando salah seorang perwira militer Inggris. Kelompok ini menjalankan misi meneror dan menumpas gerakan perlawanan rakyat Palestina. Organisasi Haganah juga berhasil membentuk lembaga kepolisian Yahudi dengan jumlah personil yang bertugas sebanyak 22 ribu orang.

Lembaga berikutnya adalah Organisasi Samuel yang dibentuk tahun 1922, oleh Herbert Samuel yang dikenal sangat ekstrem. Organisasi Samuel didirikan untuk membentuk pemerintahan di negeri Palestina bersama dengan lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi Zionis lainnya. Berbekal dukungan dan bantuan Inggris, organisasi-organsasi Zionisme dengan getol menyeru kepada orang-orang yahudi di seluruh dunia untuk berimigrasi ke Israel.

Sebagai pemikir utama organisasi, Samuel menyusun struktur pemerintahan di Palestina sesuai dengan ide imperialisme. Semua posisi penting diserahkan kepada orang-orang Yahudi, sementara untuk merekrut pegawai diupayakan jumlah yahudi jauh lebih besar dari warga Palestina. Padahal sampai tahun 1930, prosentase warga Arab masih 93 persen di Palestina. Samuel juga mengumumkan bahasa Ibrani sebagai bahasa resmi setelah Arab dan Inggris.

Skenario lain yang dijalankan oleh Organisasi Samuel adalah memudahkan imigrasi Yahudi dari negara-negara lain ke Palestina. Dengan meninggikan pajak atas tanah perkebunan, warga Palestina yang bekerja sebagai petani ditekan dan dipaksa untuk menjual tanah mereka. Di masa itu, kaum Zionis mulai mengaku sebagai pemilik laut mati serta menguasai sungai Jordan, Yarmuk, Auja dan danau Tabariya. Organisasi Samuel dalam sebuah aksinya memberikan tanah-tanah milik warga Palestina kepada para imigran Yahudi. Selain itu organisasi ini juga menjual bank Ottoman, satu-satunya bank yang seratus persen sahamnya dimiliki oleh warga Palestina.

Dalam banyak kesempatan, Samuel dengan angkuh mengaku diri sebagai juru bicara umat Yahudi sedunia. Organisasi Yahudi Samuel saat ini bekerja dengan aktif melalui tiga komisi yang berkantor di Beitul Maqdis, London dan New York, tujuannya adalah untuk membantu Israel mewujudkan cita-cita zionisme.

Organisasi Irgun adalah nama kelompok milisi bersenjata Zionis yang dianggotai oleh orang-orang Zionis ekstrem. Kelompok ini ikut membantu koloni Inggris menumpas gerakan perlawanan rakyat Palestina. Milisi Irgun terlibat dalam banyak kasus pembantaian warga Palestina termasuk dalam tragedi pembantaian massal di Deir Yassin tahun 1948.
Organisasi pendukung Zionisme berikutnya adalah organisasi Hashumir yang memanggul senjata dan melakukan berbagai aksi terorisme. Kelahiran keompok ini tahun 1907 dibidani oleh para tokoh Zionis termasuk David Ben Gurion. Ada pula kelompok lainnya bernama Organisasi Hairut yang merupakan pecahan dari Irgun. Menakheem Begin yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Rezim Zionis Israel ikut meramaikan aktivitas kelompok bersenjata Zionis ini.

Lembaga kepolisian pemukiman Zionis Hahayel adalah satu lagi lembaga yang membantu tereliasasinya cita-cita Zionisme. Lembaga kepolisian ini dibentuk pada masa koloni Inggris atas negeri Palestina antara perang Dunia Pertama dan Kedua. Satuan polisi yang dianggotai sekitar 20 ribu personil ini, sebenarnya dibentuk agar bisa dimanfaatkan oleh Inggris dalam perang dunia kedua. Inggris mengizinkan Hahayel untuk merekrut 30 ribu tenaga muda untuk ikut bergabung dalam satuan ini.


Posting Komentar