Minggu, 28 Desember 2008

PALESTINA...!!!..........DUKAMU ADALAH DUKAKU....

this is not a war. this is terrorism. this is genocide. this is murder….!!!




kepada gadis palestin itu kuserahkan bunga ia tak bertanya, dari mana gerangan kuperolah kuntum lili itu


ia terlalu tenggelam dalam perasaan yang megah seolah dunia memandangnya dengan mata berbinar sejenak terlupa, angin tetap mengirim debu pada antero derita yang ditanggungnya


pipinya merah dadu sebuah paras yang luput dari lukisan perang bibirnya terbasuh kesumba oleh gemetar kata-kata yang hendak diucapkannya


kepada gadis palestin itu kuserahkan mahkota yang terbuat dari kertas surat kabar, terlampau sederhana lalu ia janjikan sebuah pasmina yang pernah berbulan-bulan menutupi rambutnya seolah aku, dalam tiupan angin kering ini, telah mencium aroma wangi lehernya yang melekat di ujung rajutannya

matanya mengandung cahaya tentu


itu api harapan yang sengaja dinyalakan sebelum aku pulang, istirah dari kemelut seraya merasa bersalah telah meninggalkannya dalam marabahaya

tapi cinta tetap tumbuh seperti lumut yang mendekap batu ah, tidak...........! seperti butir pasir yang selalu kembali ke hamparan gurun


inilah perang – seperti cerita keseharian – yang tak pernah diumumkan

telah habis halaman untuk menuliskan nama-nama

: jumlah korban tak terjumlahkan


bayi-bayi dilahirkan

di bawah hujan abu

mesiu


disematkan pada mereka:

nama

yang selalu ingin mengelak sebagai

sarang peluru


anak-anak kita dibesarkan

pada lengkung tahun yang muram

seperti bendera yang dikibarkan

hanya separuh gagah, di setengah tiang

melalui gambar rajah

di tangan yang kelak bersimbah darah


mereka belajar membaca peta buta

yang tidak pernah kekal

batasnya

angin gurun selalu menghapus

jejak dan gugus

dengan kelopak hangus

jiwa yang terluka


orang-orang ditahbiskan

menjadi pahlawan

pada genangan dendam

karena perang ini – seperti sebuah rutin – tak

pernah diumumkan

bahkan pada beranda rumah

tempat kalian selalu berkemah


kami selalu berbondong dalam kubah rasa takut, juga

cemeti yang rajin melecut, berjalan lurus menuju plaza

tanah perjanjian itu.

kami selalu memaklumi diri sebagai


prajurit dengan pemimpin sebayang impian untuk sampai

pada jalan keselamatan,


darussalam yang tak pernah diketahui

titik bujur dan lintangnya dalam perjalanan hidup kami.


kami selalu menjadi hikayat sebelum dilahirkan, dan tak

terbaca lagi nama kami setelah kematian. kami adalah sebuah

garis takdir yang beredar pada orbit di luar peradaban, bermandi

debu dan darah, bermain peluru dan granat, yang kisahnya

senantiasa dibaca penuh hikmat oleh hampir seluruh umat,

dielu-elukan dalam puisi yang gemetar, meski mereka hanya

melihat secara samar-samar


mungkin di jejak pendahulu kami ini ada sisa sujud untuk

diteruskan.


perjalanan tak putus pandangan adalah shaf-shaf gaib yang

gema suara imamnya terlampau lirih untuk dicatat

pada buku perdamaian.

mereka belum sempat mendengar jelas

untuk menuliskan maklumat, terburu tinta itu kesat


kota itu, entah apa namanya, telah mengubur dirinya

dalam timbunan jenazah kami........

bocah-bocah kecil itu

berlari, melompat, dan menyerbu

lihat kawan..

beradu dengan bom dan peluru

hanya dengan batu-batu


bocah-bocah kecil itu

menerjang tiada gentar

memburu tiada ragu

ia bukan di negeri khayalan

ia ada di sana, palestina


tak ada paksaan untuk bergerak

tak ada pula hadiah pengganti luka

ia hanya inginkan surga

dan bumi palestina merdeka


jangan tanya kapan ia akan berhenti

jangan tunggu kapan ia akan mengeluh


karna ia akan selalu kembali

untuk bebaskan tanah suci

karna akan selalu terdengar

lemparan batu dan teriakan allahu akbar


siapa bilang ia kalah?

bahkan lawan pun ketakutan

siapa bilang ia salah?

bahkan langitpun memujinya


akan selalu ada Allah bersamanya

menemani hari-harinya, desah nafasnya, di relung hatinya...


berbagai wajah wajah bertopeng gentayangan
dalam pesta pesta diplomasi peperangan
dalam ragam macam peran
yang pangeran pangeran
yang raja raja
yang presiden presiden
yang menteri menteri
dan ragam macam lagi
para penggenggam ragam kekuasaan
pesta pesta diplomasi peperangan silih ganti
teriring teriak tangis yang terluka yang mati
sampai kapan tragedi ini bisa terhenti?


“kutulis syair ini dengan darah,

ketika malam berganti tapi tetap saja gaduh oleh suara senapan.

ku tulis syair ini dengan darah,

ketika pagi datang tapi tak hentinya rudal itu menggema di seantero jagat.

kutulis syair ini dengan darah,

ketika seliter minyak lebih berharga dari segumpal darah.

kutulis syair ini dengan darah,

ketika takbir berganti dengan jerit tangis ketakutan.

kutulis syair ini dengan darah,

ketika anak2 tak bisa lagi tertawa dalam pelukan ibunya.

kutulis syair ini dengan darah,

sampai darah ini tak lagi memerah…

ya allah,

dalam sebuah layar kaca, hatiku bertanya

apakah keadilan itu perlu diabaikan

sekelompok manusia, laki-laki, perempuan

bahkan beberapa anak kecil

bertengger di perut ibunya

terduduk di atas genangan air mata

aku tidak mengutip kilasan berita yang jarang dinikmati,

tapi lihatlah, beberapa orang terkelupas kulitnya

beberapa lainnya mengelupas kulit punggung penderitaan

sambil mengelupas luka-luka kemarin sore


peluru yang ditembakkan ke udara

adalah gambaran nasib-nasib mereka

segumpal darah membeku, sumber perdamaian

di antara jerit hati,

isak tangis dan retakan tanah kelahiran

perjanjian tercipta dari keserakahan kata

penderitaan hidup mengkristal pada puncak

energi perjuangan. sebuah bendungan tebal kokoh

dan bom-bom waktu yang ingin meledakkan diri

belum juga sungai-sungai yang mengalirkan darah

ke muara-muara sunyi jauh penjuru semesta

akan mengeras. seperti ombak

yang senantiasa digarami waktu


di lembah negara-negara yang masih perawan

mereka menanggalkan jubah dan status, merangkai, menyambung, menjahit dan merajut kulit penderitaan, menjadi hiasan ornamen kehidupan

darah yang keluar menetes perlahan

ketika jarum jam mengeratkan

mereka oleskan untuk menghitung angka-angka

usia ketidakmapanan

tercium anyir darah dan bau lumpur tercemar amis

tapi kanpankah tanah kelahiran akan kembali

tak jumpai jawaban berarti

hanya danau airmata menggenang


palestina,

negeri sempit, pendudukmu bagai angsa-angsa putih,

dan sebuah nilai perjuangan berkobar di atas jantungmu

belum juga ada kedamaian atau kemerdekaan berdentang

yang ada hanya mereka dengan kata-kata zionism-nya

menoreh darah derita pada permukaan pasir suci

hanya kau, palestina, dengan sebutir peluru di dada

menghirup nafaspun sesak,

letusan dan kedamaian beku


masya Allah,

berpuluh tahun para peserakah datang dan pergi

mengumbar angkara

perang, puing-puing, mayat-mayat, bangkai berserakan

sebuah perjanjian tak berarti akan selesaikan nasibnya

di belantara negeri yang sedang terbakar

pion-pion perdamaian kini tak lagi berpacu

sementara anjing zionis menyalak berdalih

dan pioner itupun menundukkan kepala

di atas bukit pyramid

dengan teriakan melengking seperti jeritanmu

yang diberondong seribu peluru


palestina,

adalah bukti kekusutan pikiran logika kita

adalah keangkuhan dan ketakberdayaan kita

adalah nurani keimanan kita yang terkoyak

adalah kepanikan manusia atas diri sendiri,

dibodohi, diingkari, dinodai

di atas selembar perjanjian tak berujung


akupun memandang pada kita yang berperasaan tolol dan tidak jelas ejaannya, namun aku juga melihat wajah mereka sedemikian polosnya, tidak tampak bahagia, juga bergelimang putus asa


hatiku berkecamuk ketika kudengar mulut-mulut peserakah berkoar

sehingga paha mulus zionis sekarang

menantangku berkelahi

di tanah gaza yang terbangun

oleh benteng-benteng kemurkaan




ya Allah,

di ujung pernyataan ini,

kukatakan bahwa kau sangat diplomatis

karena kau pulalah yang dulu mengilhami

dan mengajarkan dialektika

pada kaum-kaum perusak perdamaian

dalam permainan selembar kulit kertas

tereja mulut cincin


namun sesungguhnya, mereka sekedar ingin belajar mengerjakan apa yang tidak kau sukai serta meninggalkan apa yang kau sukai


dalam tujuan apa, aku masih belajar mencari tahu

tapi … dalam jalan-Mu yang penuh lorong panjang

di situlah keadilan-Mu bertitel Maha Bertahta

kau janjikan status Maha Pemurah dan Maha Keadilan.


Posting Komentar