“Banyak laki-laki yang sanggup mencapai kesempurnaan. Tetapi hanya ada beberapa perempuan yang bisa mencapai hal yang sama, yaitu maryam binti imran dan asiyah, istri firaun. Sungguh keutamaan Aisyah apabila dibandingkan dengan perempuan-perempuan lain sama seperti keutamaan tsarid ‘makanan yang terbuat dari daging dicampur dengan roti yang dipotong-potong’ dibandingkan dengan seluruh makanan lainnya” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Kisah tentang Aisyah ra. tidak banyak dikupas secara mendalam hingga terbitnya buku ini. Kisah tentang Aisyah, biasanya terpotong-potong dan hanya menjadi bagian yang turut melengkapi sirah nabawiyah. Sepatutnya kita berterima kasih pada Sulaiman An-Nadawi yang telah menyatukan keping-keping mozaik kehidupan Aisyah dalam sirah, kumpulan hadits, hingga kisah-kisah kehidupan Aisyah pasca wafatnya Rasulullah saw.
Kehidupan setiap manusia bisa dikatakan sebagai kumpulan keping yang membentuk sebuah mozaik. Dan mozaik kehidupan Aisyah adalah termasuk mozaik terindah yang pernah ada. Kenapa? Karena mozaiknya beririsan dengan mozaik kehidupan manusia agung yang menjadi teladan manusia sepanjang masa, Rasulullah saw.
Kesempatan hidup yang lebih dekat dengan Rasulullah dibandingkan dengan istri Rasulullah lainnya berbuah manis pada pribadi Aisyah, salah satunya adalah pemahaman mendalam Aisyah akan pemaknaan hadits. Kerap kali Aisyahlah yang meluruskan pemaknaan hadits yang kurang tepat oleh para shahabat Rasulullah saw. Hal itu disebabkan oleh lebih banyaknya kesempatan yang dimiliki Aisyah untuk berada dekat dengan Rasulullah.
Dalam buku ini juga dikisahkan tentang kecerdasan Aisyah, rasa cintanya yang tulus dan mendalam kepada sunnah rasulullah saw., serta hasratnya yang sangat kuat untuk mengikuti dan menerapkan sunnah itu dalam kehidupan umat Islam di segala bidang, baik pribadi maupun sosial.
Meskipun ditulis dengan cukup apik dan cermat dalam menggambarkan segala aspek kehidupan Aisyah, tetapi penulisnya terlalu banyak mengulang-ulang materi dengan redaksi kalimat yang hampir sama di beberapa bagian buku. Sejak bagian pertama hingga bagian lima buku ini. Alih-alih mengingatkan kembali dan menunjukkan bukti kuat rawi hadits, tapi kecenderungan untuk bosan lebih dominan daripada maksud positif yang diharapkan oleh penulis. Sehingga sebenarnya, jika diperkenankan, buku ini seharusnya bisa diringkas lebih kompak dengan bahasa yang lebih menggigit, tanpa harus mengulang-ulang bagian yang telah dituliskan sebelumnya.
Kecerdasan Aisyah, membuatnya bagaikan spons yang menyerap banyak air zamzam keilmuan yang berasal dari rasulullah dan para sahabat di sekitarnya. Selain kemampuannya dalam menyerap ilmu, Aisyah juga adalah seorang guru yang andal. Guru yang memiliki lidah yang fasih dan lancar, keindahan gaya bahasa, dan tepat sasaran. Salah satu ceramah Aisyah yang terkenal dan menunjukkan ketinggian ilmu dan akhlaknya adalah pada Perang Jamal. Itu adalah bukti nyata.
Aisyah secara nyata mengabdikan dirinya pada ilmu pengetahuan dengan cara mengajarkannya kepada orang lain dan menggunakannya untuk memperbaiki keadaan umat Islam serta mengarahkan mereka ke jalan yang lurus. Madrasah Aisyah adalah madrasah ilmu yang paling diminati pascawafatnya rasulullah. Ia mendidik secara langsung setiap orang yang meminta pengajaran darinya, tanpa pandang bulu. Orang-orang yang meninta fatwa hukum dan menanyakan beraneka persoalan, Aisyah menyimaknya dengan saksama lalu memberikan jawaban yang sebaik-baiknya yang ia ketahui.
Aisyah tidak pernah bosan untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya tentang persoalan apa pun yang menyangkut ajaran-ajaran agama Islam, termasuk tentang persoalan pribadi. Aisyah mendidik murid-muridnya bak seorang ibu yang mengasuh anak-anak kandungnya.
Dari madrasah yang diasuh oleh Aisyah itu, lahir banyak ulama terutama dari kalangan tabi’in. Di dalam Musnad Ahmad karya Imam Ahmad bin Hambal mencantumkan sejumlah besar periwayatan Aisyah yang bersumber dari murid-muridnya. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa Aisyah menjalani sisa usianya sebagai sumber rujukan utama bagi orang-orang yang membutuhkan jawaban dan fatwa, serta tujuan para peziarah dan penuntut ilmu. Terdapat banyak bukti dalam literatur Islam yang menunjukkan hal itu. Bahkan Qosim, salah satu ahli fiqih terkemuka di Madinah berkata, “Aisyah memberikan fatwa secara independent pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan seterusnya hingga akhir hayatnya. Jadi, meskipun Aisyah adalah seorang wanita, tapi kapasitas keilmuannya tidak kalah dari sahabat rasul yang pria.
Ada banyak persoalan hukum yang diperdenatkan oleh para ulama fiqih. Aisyah biasanya memilih pendapat yang mendatangkan lebih banyak kemudahan bagi kaum perempuan. Hal ini wajar karena apabila dibandingkan dengan ulama-ulama fiqih yang berjenis kelamin laku-laki, Aisyah tentu lebih mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi kaum perempuan. Setelah merumuskan pendapatnya sendiri, Aisyah kemudian memberitahukan pilihannya itu kepada para perempuan muslim. Dan fatwa yang dihasilkan dari keluasan ilmunya menunjukkan bahwa pendapatnya—menurut para ahli fiqih—lebih tepat dan layak digunakan secara luas di wilayah-wilayah muslim di seluruh penjuru dunia.
Berdasarkan sudut pandang agama, syariat, akhlak, kemuliaan, dan kesucian, Aisyah tidak bisa dibandingkan dengan perempuan terkenal mana pun pada masa kini dan masa-masa sebelumnya. Sejarah manusia tidak pernah lagi melahirkan seorang perempuan lain seperti Aisyah yang mampu melaksanakan segenap tugas keilmuan, menjalankan amanah dakwah dan pengajaran dengan sempurna, memainkan peran sosial dan politik yang sangat penting, tapi pada saat yang sama, ia tetap melaksanakan seluruh kewajiban agama secara konsisten dan memelihara tingkah laku serta budi pekerti dengan baik.
Itulah Aisyah, sosok dengan sifat-sifat paripurna yang telah menghadirkan teladan ideal bagi ratusan juta kaum perempuan. Itulah jalan yang paling indah yang diajarkan Aisyah kepada generasi-generasi yang datang berikutnya. Itulah warisannya yang abadi. Seluruh aspek kehidupannya menggambarkan ketundukan paripurna Aisyah pada Allah Swt. Akhlaknya yang mulia, kesucian dirinya, sifat zuhud yang dimilikinya, dan kemampuannya menjelaskan hukum-hukum agama secara teperinci. Kepadanyalah para perempuan berutang dalam segala bidang kehidupan, religius, akademi, dan sosial.
Harga: Rp.63.000,- + ongkos kirim sesuai tarif pos "kilat khusus", klik di: http://www.posindonesia.co.id/tarif_skh.php , dr
Posting Komentar