INILAH.COM, Jakarta - Turunnya gairah seks pria yang sudah menikah hampir tidak ada hubungan dengan hormon atau biologis, namun lebih banyak karena urusan perempuan dalam hidupnya. Pria zaman sekarang amat mudah menyalahkan istri atas kondisi seksual dalam perkawinan.
Artikel yang dikutip dari Psychology Today itu amat keras menolak anggapan bahwa seksual monogami atau setia hanya berhubungan seks dengan pasangan, membunuh libido lelaki.
Pada kenyataannya, pria yang terikat dengan pernikahan dalam waktu lama sudah dapat dipastikan terjadi penurunan dalam kondisi biologisnya. Hal yang sama juga terjadi pada perempuan.
Jadi meskipun berpasangan dengan perempuan paling seksi pun, setelah belasan atau puluhan tahun, sudah dapat dipastikan pada titik tertentu mencapai kebosanan.
Sementara perihal amarah yang mudah meledak dan menyalahkan istri kemudian menjadi alasan untuk berselingkuh, sebenarnya merupakan ketidaksiapan psikologis yang bersangkutan akan perubahan biologi pada tubuhnya.
Perlu dipahami bahwa seks merupakan bagian penting dari sebuah keintiman, namun bukan merupakan inti. Namun yang sering terjadi adalah seks dengan mudah dijadikan ekspresi atas hilangnya keintiman yang sebenarnya. Itulah kemudian muncul perilaku one night stand.
Pasangan yang sudah menikah namun gagal memahami nilai-nilai sebuah hubungan dipastikan tidak akan bertahan lama.
Apa yg di problemkan didalam hal poligami, karena Tuhan memang sudah menciptakan perbedaan yang prinsipil antara pria dan wanita baik secara fisik, psikis, maupun populasi. Jadi apa memang mau menentang kehendak Tuhan.
Rasanya laki2 yang menentang poligami itu sepertinya munafik..bohong kalau setelah dia beberapa tahun menikah tidak punya niat se-tidak2nya rasa ingin memiliki wanita lain selain dari isterinya.
Tuhan sudah menciptakan semua makhluknya yang bertulang belakang bersifat atau se-tidak2nya mempunyai kecenderungan poligamis..coba perhatikan..kucing, kambing, harimau, kelinci dll..memang sih ada beberapa makhluk Tuhan yg tidak poligamis..seperti misalnya gajah.
Jika poliandri..setahu saya hanya satu makhluk Tuhan yang poliandri, yaitu lebah, tentu ada rahasia dan rencana Tuhan pada diri makhluk yang bernama lebah.
Jadi jika laki2 ada yang anti poligami..pertanyaan yang timbul adalah: “apakah dia tidak diciptakan oleh Tuhan..?”
Alangkah egoisnya wanita jika dia memonopoli seorang laki2 buat diri dia sendiri, sementara banyak wanita2 lain yang juga butuh perlindungan dan kenyamanan mempunyai suami, begitu juga alangkah dungunya laki2 yang jika mampu dia hanya melimpahkan sayang dan perhatiannya hanya kepada seorang wanita.
Konsep man as the slave of God (manusia sebagai hamba Tuhan). Konsep ini sejalan dengan makna terminologi Islam itu sendiri, yakni submission to the will of Allah (penyerahan diri kepada kehendak Allah) dan siapa saja yang memilih melakukan itu bisa dikatakan muslim.
Jadi keniscayaan saat ini yang terjadi antara dunia pria dan wanita adalah kehendak Allah, apakah masih punya keberanian untuk menantangnya, dengan menciptakan bantahan2 ataupunb pro dan kontra terhadap poligami.
Mengenai adil: “karena tidak ada dua manusia yang sama, maka tentunya seorang suami tidak mungkin dapat memperlakukan istri-istrinya dengan rasa cinta-kasih yang sama. Tetapi ayat ini tidaklah melarang untuk melakukan poligami hanya karena ia tidak dapat mencintai mereka dengan kadar yang sama. Tidak! Al-Qur’an hanyalah memerintahkan untuk berlaku baik serta mempergauli mereka dengan seadil-adilnya…”
Sampai hari ini perdebatan2 mengenai poligami belum pernah selesai..mungkin kalau pemimpin Negara ini sudah berpoligami..barulah semuanya diam “setuju” dan tidak banyak komentar lagi.
Terlepas dari persoalan agama, apakah benar berpoligami itu sebuah pilihan yang bertanggung jawab? Tentunya tetap dalam tanda kutip… bahwa bertanggung jawab disini adalah sebuah kompensasi atas ekses-ekses yang akan terjadi jika seorang pria sudah tak terbendung lagi keinginannya dan dilarang, sehingga terhindar dari kelainan sexual, perzinahan, penyakit menular sexsual, tidak menghormati harkat dan martabat perempuan dengan jajan dipinggir jalan, degradasi moral, perceraian yang sedikit banyak akan mengakibatkan penderitaan moril juga materiil bagi anak-anak korban perceraian, dll. Yang wanita lebih mau suaminya selingkuh atau bohong dari pada ber-poligami.
Mungkin inilah yang menjadi pilihan bagi para penentang poligami…?
Percaya atau tidak percaya..suatu ketika nanti poligami akan menjadi suatu keniscyaan..seperti yang telah diriwayatkan oleh hadis: “pada suatu masa nanti seorang laki2 akan diikuti oleh 40 (dibaca empat puluh) wanita.
Terakhir “POLIGAMI ADALAH SALAH SATU SENI HIDUP”
10 Alasan Berpoligami
Ioanes Rakhmat
Teman-teman,
Sementara diskusi ttg poligami terus berlangsung di milis ini, dengan
Bung Ade menjadi sasarannya, saya mulai berpikir, adakah alasan
yang betul-betul sah untuk melarang poligami. Kalau kita semua
memperjuangkan kehidupan yang toleran, bebas, demokratis, adil,
humanistik, misalnya, seharusnya kita juga bisa menerima poligami
. Adakah alasan-alasan kemanusiaan dan rasional,
dan bukan alasan skriptural, yang bisa membenarkan poligami?
Saya kira, ada cukup alasan untuk bisa membenarkan poligami.
Alasan utama adalah alasan kebebasan individual: setiap orang bebas dan
bertanggungjawab untuk menentukan pasangan hidupnya sendiri,
entah jumlah pasangannya nol, satu, dua atau pun tiga.
Kedua, alasan cinta; kalau seorang pria jatuh cinta pada seorang perempuan
dan demikian juga sebaliknya, maka pasangan ini berhak untuk kawin
kendatipun ini bukan perkawinan pertama mereka dan
juga bukan dengan pasangan pertama.
Alasan ketiga, alasan ekonomis: kalau seorang laki-laki bisa menghidupi
ekonomi sekian istri dengan semua anak mereka,
ia memiliki modal ekonomi kuat untuk berpoligami.
Alasan keempat, alasan dukungan psikologis: jika istri-istri tua rela menerima
kehadiran istri-istri muda, si suami tidak mengalami kendala internal untuk ia berpoligami.
Alasan kelima, berpoligami bukanlah tindakan kriminal (sekalipun ada UU Perkawinan),
apalagi jika poligami dilakukan karena alasan cinta.
Alasan keenam, poligami tidak otomatis akan membuahkan ketidakadilan gender,
jika si suami sungguh-sungguh dapat memperlakukan semua istrinya
dengan respek, cinta dan keadilan.
Alasan ketujuh, poligami tidak otomatis menghina dan merendahkan kaum perempuan,
malah bisa terjadi hal sebaliknya.
Alasan kedelapan, poligami tidak otomatis menodai atau merendahkan agama apapun,
sejauh orang yang berpoligami tetap bisa menjalankan ibadahnya dengan setia.
Alasan kesembilan, poligami paralel dengan tindakan membentuk masyarakat
yang jumlah anggotanya lebih besar.
Alasan kesepuluh, poligami adalah seni yang lebih advanced membangun rumah tangga;
dan tidak ada satu karya senipun yang harus dimusuhi.
Nah, itu sepuluh alasan mengapa poligami, pilihan yang masuk akal juga.
Fauzan Al-Anshari
Assalamu’alaikum Wr wb.
Poligami setuju nggak?
Bapak-bapak: Setujuuu….
Setuju Bu?
Ibu-ibu: tidaaak…
Ya, kedua-duanya tidak ada gunanya. Baik setuju maupun tidak, saya terus
poligami. Karena memang syariat itu tidak perlu dipolling dan divoting. Nah,
jadi ini poligami antara teori dan praktek. Saya mau testimony sedikit, tapi
saya sudah sampai pada kesimpulan, bahwa poligami itu, al-ashlu fi atta’addudi
al-ibahah. Boleh. Jadi orang berpoligami itu halal.
Halal apa haram?
Bapak-bapak: halal….
Ibu, halal apa haram Bu?
Ibu-ibu: haram…
Ya, sekarang kita lihat. Ini begini. Ada kitab tafsir Ibn Katsir. Ini tafsir
bil-ma’tsur, tafsir yang sudah diakui paling baik dari segi metodologinya oleh
jumhur ulama, itu sepakat sekali batasan beristri itu 4. oleh sebab itu hokum
poligami itu asalnya ibahah, boleh. Tapi pada kondisi tertentu, itu bias
menjadi wajib. Misalnya anggota DPR itu, itu sudah wajib. Sebab kalau tidak,
mesti maksiyat, gitu lho. Kenapa? Ada 3 faktor:
Ilmu, al’ilmu qabla ‘amal. Mosok kepala bidang kerohanian nggak ngerti. Dari
segi harta, sangguplah. Rumahnya mewah kan? Nah, bagian yang ketiga, masalah
biologis. Kalau tidak terpenuhi, ya pasti akan menyimpang.
Cuma ada satu lagi. Orang itu ada salahnya, takwa. Kalau takwa itu takut tidak
bisa berbuat adil, takut kepada Allah. Tapi ada satu lagi, ”TAKUA: Takut Istri
Tua”. Nah, kalau ini lain persoalannya.
Jadi normalnya boleh. Oleh sebab itu, ini ada 2 kitab juga. 2 kitab ini sangat
penting: menolak apa yang dihalalkan oleh Allah, itu bisa murtad. Poligami itu
dihalalkan. Kalau anda mengatakan haram, itu murtad.
Yang kedua, kalau menyamakan poligami dengan perzinahan, itu murtad. Kemudian
yang menghalang-halangi orang yang mau poligami: kafir. Ayatnya bagaimana? Ini
ribu. Kalau nggak cukup ya puasa. Terserah mau puasa Senin Kamis atau puasa
Daud silakan. Kalau mundur ya alhamdulillah, saya akan menikah lagi. Begitu
hari ini mundur, besok saya akan langsung menikah lagi. Jadi sudah ngantri
rupanya yang mau dimadu itu.
Jadi ini persoalannya begini, mudah sekali. Adil itu begini Bu, jangan dibawa
kepada perasaan.
Ketika Nabi menggilir istrinya, beliau berdoa begini: “Allahumma hadza qasmy,
wala talunny fi ma tamlik wal amlik.” Ya Allah, inilah bagianku. Janganlah
engkau mencela aku terhadap sesuatu yang tak Engkau miliki, tapi aku miliki,
yaitu hati. Jadi, jangankan pada istri-istri, pada anak saja: misalnya ada anak
4. Anak saya 20 ya. Itu nggak sama, yang satu agak nakal, yang satu agak soleh,
yang satu kayak bapaknya, yang satu kayak ibunya. Itu begitu. Itu kalau soal
perasaan.
Nah, apalagi ini istri, maaf ya, kan istri-istrinya beda-beda ya. Gayanya pun
beda-beda. Sentuhannya juga beda. Bahasanya, logatnya beda-beda juga. Ada yang
aslinya dari Tegal, itu kalau ngomong saya pengen ketawa. Ada yang dari Jogja,
kalau ngomong lemah lembut, jadi belum apa-apa udah merangsang bawaannya. Ada
yang dari Jakarta, wah. Gitu ya.
Jadi begini ya, kenapa Rasulullah SAW menikahi janda. Ini bukan sunnah yang
harus kita ittaba’. Ini kekhususan Rasulullah. Sebab kalau kita mengikuti
sunnah seperti Rasulullah, kita harus menikahi janda berumur 40 tahun seperti
Khadijah. Susah ini. Bisa-bisa nggak jadi kawin kita. Ya kan?
Jadi dalam pengertian ini, jangan sampai kita memahami sunnah itu seperti itu.
Kemudian yang kedua, kenapa Rasulullah SAW melarang Ali memadu anaknya Abu
Jahal. Rasulullah tidak suka anaknya itu disatu-rumahkan dengan anak daripada
musuh Rasulullah SAW. Nah oleh sebab itu, dalam memahami konteks kenapa
Rasulullah tidak langsung ta’addud pada awalnya, itu semuanya adalah kekhususan
beliau sendiri. Untuk umatnya, sudah bisa ditakhsis tadi dalam segi pembatasan.
Walaupun ada juga pendapat ulama lain yang berpendapat jumlahnya 9 ada yang tak
terbatas.
Sekarang persoalannya di mana? Dalam soal ta’addud ini, itu persoalannya ada
di tangan kaum pria. Itu kan perintahnya “fankihu ma thaba lakum minannisa’i..”
Ayatnya udah jelas khitabnya untuk kita. Untuk laki-laki atau untuk perempuan?
Ya untuk laki-laki. Ya kan?
Kemudian hadits Nabi “Ya ma’syara al-syabab..” itu kepada pemuda. Jadi lancar
tidaknya poligami tergantung antum semua laki-laki ini. Bukan tergantung
wanita. Kalau begitu. Kalau Anda mau ta’addud, diam-diam kita adakan
konsultasi: bagaimana mengatur strategi dan taktik, supaya istri-istri kita itu
tidak..
Nah, saya ingin memberikan pengalaman yang penting. Ayat “fankihu…” Jadi
memang rumah itu adalah tempat yang paling alami untuk wanita-wanita, ibu-ibu
melahirkan generasi yang luar biasa. Tidak ada mujahid yang tidak keluar dari
pembinaan di rumah itu. Ini persoalannya. Justru munculnya protes itu datangnya
dari wanita-wanita yang biasa keluar rumah, yang menuntut karir dan sebagainya.
Ini persoalannya. Saya sudah identifikasi. Tetapi saya harus menyampaikan juga,
justru pendapat dari Konggres NOU (?) yang di Uthah, sebenarnya poligami itu
adalah kondisi yang paling ideal untuk wanita karir, feminis seperti Bu Musdah
dan lain sebagainya. Kenapa? Sebab dia ini membutuhkan karir yang tinggi. Kalau
harus melayani terus suaminya yang satu itu, capek kasihan. Dia habis stress
bantah-bantahan diskusi, pulang, terus suaminya “ Ayo Mak..” “Entar-entar, gue
lagi stress nih.” Gitu ya. Biasanya begitu. Tapi kalau ada istri yang kedua,
ketiga, keempat, kalau dia stress, itu bisa
langsung masuk kamar kan? Sendiri menyelesaikan masalahnya, tanpa merasa dosa
bahwa dia tidak melayani suami. Kan begitu? Coba kalau dia istrinya cuman satu
saja. Suaminya ada di rumah, lagi nungguuu gitu ya. “Kapaaan istri saya pulang
ini ya.” Begitu pulang udah capek. Bisa-bisa pembantu yang dimakan. Bisa-bisa
anak sendiri yang dimakan. Nah, makanya harus ada manajemen nafsu. Betul.
“Innannafsa la’ammaratun bissu’ illa ma rahima rabbih”. Islam itu tidak
membunuh nafsu. Kalau nafsu dibunuh, Anda tidak akan lahir. Anda ini kan hasil
dari nafsu-nafsu ini semuanya, termasuk saya juga, kan gitu. Ya nggak? Nafsu
bapak-bapak kita itu. Nafsu itu tidak boleh dibunuh tapi disalurkan. Nih,
salurannya begini Pak, poligami.
Nah, oleh sebab itu, mudah-mudahan keterangan ini, ya testimoninya agak
singkat saja, tapi yang jelas, ukuan adil tadi Allah dan Rasulnya sudah
menjelaskan secara syar’i, dalam praktek maupun dalam teori. Demikian yang bisa
saya sampaikan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
ARGUMENTASI LAIN:
Semua lelaki memiliki naluri berpoligami. Dalam hal “semua lelaki” ini mengartikulasikannya jangan sampai terjebak dalam paradigma beragama. Memang dalam agama sendiri, kasus poligami mendapat tempat yang khusus. Walaupun sebenarnya kekhususan itu karena faktor para pemeluknya sendiri. Sedang agama tidak melulu ngomongin masalah perempuan, kawin, poligami, monogami atau stereogami.
Marilah kita sebentar keluar dari kerangka agama. Meninjau segi-segi kejadian dunia lelaki, baik dia itu muslim, yahudi, kristen, katolik, ateis dll. Baik dia itu berprofesi sebagai presiden, buruh bangunan, operator mesin, sopir, astronot dll. Kita juga tidak bisa inklusif-nasionalis dalam hal ini. Sebab kita tidak membicarakan satu jenis bangsa saja, tapi segala jenis bangsa dan negara kita hilangkan dulu sekat-sekat pemisahnya. Lebih jauh lagi meninjau dunia lelaki dari kalangan makhluk lain, baik itu binatang, ikan, tumbuhan, dan dalam kapasitas yang lebih luas lagi, melongok para lelaki dari kalangan makhluk halus, yaitu jin.
Kalau kita membicarakan poligami, berarti membicarakan perkawinan. Kalau kita membicarakan perkawinan, berarti pembicaraan kita membahas sifat suatu gender. Nah, setelah kita lihat berbagai kehidupan makhluk hidup, baik secara empirik kita jumpai, atau melalui lektur tidak langsung ataupun langsung, kita jumpai bahwa gender lelaki selalu lebih dominan dibandingkan gender perempuan atau “lady-woman” alias bencong (benci akuu!).
Secara empirik, kita sudah super-super kenyang menyaksikan bahwa manusiayang berjenis kelamin lelaki memiliki kuasa lebih dibanding wanita. Melalui pengamatan-pengamatan dan observasi, kita lihat, misalnya acara di National Geographic, Discovery Channel, yang sering menayangkan dunia flora dan fauna, kita lihat bahwa gender lelaki dari jenis binatang pun memiliki dominasi yang demikian kuat atas gender lainnya.
Bahkan dalam dunia mistis, jagading lelembut, banyak literatur tentang jin yang suka usil mengerjai kaum wanita dari jenis manusia. Bahkan seandainya jika ada suami istri yang melakukan “ritual” tanpa mengucap nama Allah, sang jin bisa ikut nimbrung di antara keduanya. Hih, serem.
Lelaki, secara naluri, selalu ingin diakui lebih powerful di segala bidang. Bukan hanya di medan perang, jalanan, atau perkantoran. Bahkan dalam urusan “ritual suami-istri” pun lelaki selalu merasa tidak terpuaskan. Walaupun istri di rumah sudah cantik, seksi, bahenol, penyabar, penyayang, pandai masak, cuci baju dan pinter nyetrika, ada-ada saja alasan untuk “mencicipi” model baru wanita lain.
Sejarah mencatat bahwa sejak dulu lagi, kaum lelaki sangat homogenus dalam urusan syahwat. Psikolog Singapura, yang saya lupa namanya, dalam suatu dialog di Channel News Asia, mengatakan: “Sex is animal instinc”.
Sex adalah instink hewani. Ketika instink itu datang, naluri hewan kita mengendus-endus, seperti kucing, seperti ayam, seperti kuda. Dan kita tak akan bisa mencegah instink itu, selagi belum tersalurkan. Dan hillarious-nya, instink hewani itu bukannya berhenti ketika si lelaki sudah menyalurkannya. Ketika dilihatnya ada “barang” yang lebih elok, lebih mulus, lebih bahenol dibanding pasangannya, instink hewaninya kembali muncul. Barangkali di sinilah salah satu hikmahnya, mengapa wanita diharuskan menutup aurat, menutup lekuk-lekuk tubuhnya. Supaya lelaki tidak melupakan “ikan asin” di rumahnya.
Sejarah mencatat, poligami alias beristri banyak, bukan hanya monopoli pemeluk suatu agama tertentu sahaja. Bukan pula hak istimewa suatu bangsa atau ras tertentu saja. Para pemeluk Yahudi diperkenankan memiliki istri dalam jumlah yang tidak terbatas. Bahkan Nabi Yakub, Nabi Daud, Nabi Sulaiman memiliki istri yang tak cukup dihitung dengan jari. Nabi Muhammad masih bisa dihitung dengan jari. Pada tahun 1650, pemeluk Kristen di Perancis pernah mendapatkan fatwa, boleh memiliki 2 istri. Bahkan dewan tertinggi gereja Inggris, sampai abad 11 boleh memperlakukan wanita sebagai barang dagangan. Boleh dijual, dipinjam, digadaikan. Kalau baru dimadu sih masih urusan kecil. Kebiasaan ini terhapus, setelah kaum salibis pulang dari perang Salib.
Menjelang abad 20 dan sekarang, praktek beristri banyak masih tetap ada. Tak pandang agama, suku, dan bangsa. Tentu istilah “istri” di sini bisa berarti istri dalam arti yang sesungguhnya dan bisa pula berarti yang tidak sesungguhnya. Dalam istilah kerajaan tanah air, wanita-wanita yang jadi istri raja, dinamakan selir. Dahulu di Jepang, para Samurai juga biasanya punya banyak selir. Di Amerika, penduduk aslinya, Indian, para lelakinya lazim membagi cinta dengan beberapa wanita, selama si lelaki punya kemampuan finansial dan fisik yang memadai. Bagi para istrinya, berarti tugas makin ringan. Memasak dan mencuci bisa dibagi-bagi tugasnya. Walaupun, yah, bajunya orang Indian berapa lembar sih….
Nah, di zaman kini, para lelaki yang banyak duit tetap mempraktekkan poligami. Walaupun harus main kucing-kucingan dengan istri pertama. Kenapa musti kucing-kucingan? Karena sejak lahir kita sudah dicekoki makna kesetiaan cinta, “one man, one love”. Ditambah lagi lagu-lagu cengeng yang mengagung-agungkan cinta pada seorang saja. Semoderen apa pun ‘live style’ seorang lelaki, tetap saja naluri hewaninya tetap berjalan, yaitu mencintai lebih dari satu wanita.
Memang sangat menyakitkan bagi wanita, tapi begitulah adanya. Di Jepang yang tak diragukan lagi kemoderenannya, kecanggihan teknologinya, kekayaan finansialnya, para lelakinya selalu mencari dan mencari “geisha” alias wanita penghibur. Karena di rumah, “geisha” nya nyebelin dan mbosenin.
Sedang lelaki Singapura lebih suka mencari daun-daun muda dari
Indonesia untuk dijadikan wanita simpanan. Wanita muda Indonesia lebih diminati karena harganya yang murah dan “rasanya” yang gurih. (Ini kata mereka, jangan sewot gitu loh).
Di negara yang mengaku sebagai bapak moyangnya demokrasi, Amerika, poligami tetap ada. Tom Green adalah tokoh poligami yang berani mendobrak tradisi Amerika yang amat patriartical dalam memperlakukan gender.
Kini kita coba kembali ke ajaran agama, dalam hal ini agama Islam. Sebab agama-agama lainnya terkesan “ogah” membicarakan poligami. Kalau zaman sebelum datangnya agama Islam (dalam hal ini Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw), para lelaki bebas memiliki wanita tanpa batas. Bebas memperlakukan wanita seperti benda mati, kini fungsi agama mengingatkan kembali para lelaki agar tidak sembarangan memelihara gundik yang diikat tanpa tali pernikahan.
Merujuk pada ide para liberalis (islib) bahwa mengartikan Al Qur’an dan
Sunnah tidak boleh secara tekstual, ‘letterlujk’, tapi harus sesuai dengan kondisi suatu zaman, maka adalah suatu keharusan bagi setiap lelaki untuk berpoligami. Why? Why? Why? Karena dewasa ini kaum lelaki selalu disuguhi aurat-aurat wanita, di mana pun dia berada. Coba tengok ke luar sebentar, pasti ada wanita melenggang bercelana jeans ketat. Coba menengok ke kiri, ada wanita ber-tank top. Ke kanan, pantat yang merangsang.
Ditambah lagi media-media elektronik, seperti televisi, selalu menyuguhkan wajah-wajah cantik yang menggoda hasrat lelaki normal. Nah, hal-hal seperti itulah yang membuat instink lelaki mengalami gejala “ndut-ndutan“. Dalam fase-fase itulah, seluruh energi, intelegensi, materi, bahkan wibawa sekalipun tiba-tiba menjadi sesuatu yang murah. Untuk menghindari itu, peranan agama berfungsi agar menghalalkan itu semua.
Kalau para liberalis, mengartikan budaya pluralisme perkawinan (plural marriage) itu hanya budaya Arab, yang katanya libidonya lebih tinggi dari pada bangsa lain, maka saya berani katakan bahwa pluralisme juga berlaku pada perkawinan. Dalilnya, ya, meminjam istilah liberalis, bahwa mengartikan kitab suci tidak boleh secara harfiah. Nah, ternyata gejala sosial menyatakan bahwa lelaki sekarang, baik yang libidonya tinggi, maupun yang libidonya rendah, atau yang tak punya libido, sama-sama “ndut-ndutan” menyaksikan wanita-wanita yang secara umum mengumbar aurat.
Jadi solusinya, salah satunya, adalah melegalkan poligami, baik secara konstitusional maupun inkonstitusional. Supaya gejala “ndut-ndutan” yang diderita kaum lelaki berkurang. Dengan begitu energi, intelegensi, materi dan wibawanya tidak terganggu, karena sudah mendapat payung hukum secara SYAH dan MEYAKINKAN. So berpoligami, hidup jadi makin “ENDANG”, makin “ENDAH”, dan makin “NENDANG”.
klik image bukunya sebagai referensi buku2 pilihan
Mungkin sudut pandang kita dalam melihat permasalahan berbeda, tapi perbedaan itu bukan masalah, hanya bagaimana kita menyikapi perbedaan itu yang menjadi masalah.
Blog ini boleh disikapi berbeda oleh siapapun termasuk anda, boleh tidak setuju, marah, kesal, mencaci-maki apalagi menyetujui pendapatku.
Jadi mari kita dewasa menyikapinya...!
bukan simbol negara atau milik satu harokah saja. ia adalah panji islam....!!!
Posting Komentar