Sabtu, 02 Agustus 2008

PEMINANG BIDADARI

Abu Mus’ab dari Istisyhad Iraq, bergabung dengan pasukan Istisyhad demi tegakknya kalimat Allah, dia membunuh musuh Allah bersama saudaranya dari Yaman dan Abi Zaid dari Palestina, Bai Dzar dari Libya, akan tetapi waktunya tidak pas, akhirnya dia berfokus beribadah dan beristighfar,

Pagi hari berikutnya dia sebelum meledakkan konvoi tentara Amerika, dia menghadang setiap kendaraan rakyat yang ia lalui dan menghentikan mobilnya dan berkata “Saya pasukan Istisyhad dari Iraq mau menyusul patroli Amerika, saya mohon jagan dekat2 dengan mobil saya supaya kalian tidak kena percikan bom yang saya ledakkan...!!!.

Dengan senang hati orang2 mendengarkannya, bahkan merangkulnya dengan tangisan kemudian mendoakan semoga sukses. Setelah itu dia menyusul iring2an tentara Amerika dan meledakkannya, kerugian nyawa dan alat tempur tidak terhitung dari pihak Amerika disebabkan aksi ini.

Sebelum meledakkan konvoi Amerika dia sempat menelpon ibunya, ibunya malah berkata “Sampai sekarang belum kamu lakukan, mulai sekarang kamu jangan telepon saya lagi” tidak lama setelah itu dia langsng syahid. Mudah2an Allah menerimanya sebagai syuhada, Amin (cp: http://s3nn4.multiply.com)FATWA TENTANG OPERASI ISTISYHAADIYAH ASY-SYAIKH HAMUD BIN UQLA ASY-SYU'AIBI
Fadhilah Syaikh Hamud bin 'Uqla Asy-Syu'aibi, semoga Allah menjaganya dari segala keburukan.Mujahidin di Palestina, Chechnya dan selain keduanya di negeri-negeri Muslim melaksanakan Jihad demi mengalahkan musuh-musuh mereka dengan satu methode yang disebut Istisyhadiyah. Operasi Istisyhadiyah ini dilakukan dengan cara mengikatkan bahan peledak pada tubuh mereka, atau diletakkan dalam kantongnya atau alat-alat yang ada pada dirinya atau juga dalam mobilnya yang dipenuhi dengan explosive kemudian meledakkan dirinya ditengah sekumpulan musuh atau tempat-tempat musuh dan yang semisalnya, atau dengan berpura-pura menyerah kepada musuh kemudian dia meledakkan dirinya dengan tujuan memperoleh kesyahidan dan memerangi musuh serta menimbulkan kerugian pada mereka.Bagaimanakah hukum operasi seperti itu? Dan apakah hal tersebut termasuk perbuatan bunuh diri? Apapula perbedaan antara bunuh diri dan operasi Istisyhadiyah?.Jazaakumullahu Khair, dan semoga Allah memberikan ampunan-Nya kepada anda..

Jawab:Segala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) semesta alam,shalawat dan Salam atas semulia-mulia Nabi dan Rasul, nabi kita Muhammad s.a.w, juga atas keluarganya dan sahabatnya,seluruhnya.

Selanjutnya:Sebelum menjawab pertanyaan ini, seyogyanya anda mengetahui bahwa operasi yang disebut ini, merupakan masalah semasa (kontemporer) yang dimasa lalu methode seperti ini tidak didapati . Dan memang setiap zaman memiliki karakteristik permasalahan tersendiri yang timbul di zaman itu. Karena itu para ulama berijtihad dengan memperhatikan nash-nash dan keumumannya, serta perbincangan mengenai hal tersebut dan fakta-fakta yang menyerupainya juga, bagaimana fatwa Ulama Salaf mengenai hal berkenaan. Firman Allah: Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab (Al-An'am : 38)Dan Rasulullah s.a.w bersabda tentang Al-Qur'an: "Di dalamnya terdapat keputusan terhadap urusan di antara kalian"Amaliyah (operasi) Istisyhadiyah yang tersebut di atas adalah amalan Masyru' (disyari'atkan dalam Islam) dan merupakan bagian dari Jihad Fie Sabilillah jika pelakunya memiliki niat yang ikhlas. Operasi inipun termasuk methode yang paling berhasil dalam Jihad Fie Sabilillah melawan musuh-musuh dien ini, karena dengan wasilah seperti terjadilah kerugian dan kerusakan pada musuh, baik berupa terbunuhnya orang-orang kafir atau terluka, sekaligus menimbulkan kengerian dan ketakutan pada mereka. Juga, dalam operasi istisyhad ini nyata, terlihatlah keberanian dan kekuatan hati kaum Muslimin dalam menghadapi kaum kafir, dan merontokkan hati musuh-musuh Islam, sekaligus menghinakan mereka dan mengakibatkan kedongkolan dalam jiwa-jiwa mereka, dan hal-hal lainnya yang merupakan kemaslahatan bagi kaum Muslimin, yang semuanya itu merupakan maslahat-maslahat Jihadiyah.Masyru'iyat operasi-operasi tersebut dibuktikan dengan adanya dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan Ijma' juga dengan adanya beberapa fakta yang terjadi di dalamnya serta fatwa Salafush Sholeh mengenai hal ini, sebagaimana akan disebutkan kemudian, Insya Allah.

Pertama: Dalil-dalil Qur'an:
1. Firman Allah:
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya." (Al-Baqarah : 207)

Sesungguhnya sahabat r.a menerapkan ayat ini ketika seorang Muslim seorang diri berjibaku menerjang musuh dengan bilangan yang banyak yang dengan itu nyawanya dalam kondisi berbahaya, sebagaimana Umar bin Khaththab dan Abu Ayub Al-Anshari juga Abu Hurairah radhiyallahu 'Anhum sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidizy dan Ibnu Hibban serta Al-Hakim menshahihkannya ( Tafsir Al-Qurthubi 2/361)

2. Firman Allah:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (At-Taubah:111)

Ibnu Katsir -semoga Allah merahmatinya- berkata: Kebanyakan (Ulama/Mufassir) berpendapat bahwa ayat tersebut berkenaan dengan setiap Mujahid Fie Sabilillah.

3. Firman Allah:
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)".(Al-Anfal : 60).

4. Allah berfirman terhadap mereka yang merusak perjanjian:
"Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran".(Al-Anfal:57).

Kedua:Dalil-dalil dari As-Sunnah:
1. Hadits Ghulam (pemuda) yang kisahnya terkenal, terdapat dalam Shahih Bukhari, ketika ia menunjukkan musuh cara membunuh dirinya, lalu musuh itupun membunuhunya, sehingga ia mati dalam keadaan syahid di jalan Allah. Maka operasi seperti ini merupakan salah satu jenis Jihad, dan menghasilkan manfaat yang besar, dan kemaslahatan bagi kaum Muslimin, ketika penduduk negeri itu masuk kepada dien(agama) Islam, yaitu ketika mereka berkata : "Kami beriman kepada Rabb (Tuhan) nya pemuda ini".

Petunjuk (dalil) yang dapat di ambil dari hadits ini adalah bahwa Pemuda (Ghulam) tadi merupakan seorang Mujahid yang mengorbankan dirinya dan rela kehilangan nyawa dirinya demi tujuan kemaslahatan kaum Muslimin. Pemuda tadi telah mengajarkan mereka bagaimana cara membunuh dirinya, bahkan mereka sama sekali tidak akan mampu membunuh dirinya kecuali dengan cara yang ditunjukkan oleh pemuda tersebut, padahal cara yang ditunjukkan itu merupakan sebab kematian dirinya, akan tetapi dalam kontkes Jihad hal ini diperbolehkan.

Operasi sedemikian ini diterapkan oleh Mujahidin dalam Istisyhad (operasi memburu kesyahidan), keduaduanya memiliki inti masalah yang sama, yaitu menghilangkan nyawa diri demi kemaslahatan jihad. Amalan-amalan seperti ini memiliki dasar dalam syari'at Islam. Tak ubahnnya pula dengan seseorang yang hendak melaksakanan Amar Ma'ruf Nahyi Munkar di suatu tempat dan menunjukkan manusia kepada Hidayah sehingga dia terbunuh di tempat tersebut, maka dia dianggap sebagai seorang Mujahid yang Syahid, ini seperti sabda Nabi s.a.w:
"Jihad yang paling utama adalah mengatakan Al-haq di depan penguasa yang Jaa-ir (jahat)"

2. Amaliyah yang dilakukan oleh Bara bin Malik dalam pertempuran di Yamamah. Ketika itu ia diusung di atas tameng yang berada di ujung-ujung tombak, lalu dilemparkan ke arah musuh, diapun berperang (di dalam benteng) sehingga berhasil membuka pintu Benteng. Dalam kejadian itu tidak seorangpun sahabat r.a menyalahkannya. Kisah ini tersebut dalam Sunan Al-Baihaqi, dalam kitab As-Sayru Bab At-Tabarru' Bit-Ta'rudhi Lilqatli (9/44), tafsir Al-Qurthubi (2/364), Asaddul Ghaabah (1/206), Tarikh Thabari.

3. Operasi yang dilakukan oleh Salamah bin Al-'Akwa dan Al-Ahram Al-Asadi, dan Abu Qatadah terhadap Uyainah bin Hishn dan pasukannya. Dalam ketika itu Rasulullah s.a.w memuji mereka, dengan sabdanya: "Pasukan infantry terbaik hari ini adalah Salamah" (Hadits Muttafaqun 'Alaihi /Bukhari-Muslim).

Ibnu Nuhas berkata : Dalam hadits ini telah teguh tentang bolehnya seorang diri berjibaku ke arah pasukan tempur dengan bilangan yang besar, sekalipun dia memiliki keyakinan kuat bahwa dirinya akan terbunuh.Tidak mengapa dilakukan jikan dia ikhlas melakukannya demi memperoleh kesyahidan sebagaimana dilakukan oleh Salamah bin Al-'Akwa, dan Al-Akhram Al-Asaddi. Nabi s.a.w tidak mencela, sahabat r.a tidak pula menyalahkan operasi tersebut. Bahkan di dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa operasi seperti itu adalah disukai, juga merupakan keutamaan. Rasulullah s.a.w memuji Abu Qatadah dan Salamah sebagaimana disebutkan terdahulu.Dimana masing-masing dari mereka telah menjalankan operasi Jibaku terhadap musuh seorang diri (Masyari'ul Asywaq 1/540)

4. Apa yang dilakukan oleh Hisyam bin Amar Al-Anshari, ketika dia meneroboskan dirinya di antara Dua pasukan, menerjang musuh seorang diri dengan bilangan musuh yang besar, waktu itu sebagian kaum Muslimin berkata: Ia menjerumuskan dirinya dalam kebinasaan, Umar bin Khaththab r.a membantah klaim sebagian kaum Muslimin tersebut, begitu juga Abu Hurairah r.a, lalu keduanya membaca ayat:
"Dan diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya demi mencari keridhaan Allah" (Al-baqarah :207)

Al-Mushannif Ibnu Abi Syaibah (5/303,222), Sunan Al-Baihaqi (9/46)

5. Abu hadrad Al-Aslami dan Dua orang sahabatnya menerjangkan diri ke arah pasukan besar, tidak ada orang ke-empat selain mereka bertiga, akhirnya Allah memenangkan kaum Muslimin atas kaum Musyrikin. Ibnu Hisyam menyebut riwayat ini dalam kitab sirahnya. Ibnu Nuhas menyebutnya dalam Al-Masyaari' (1/545).

6. Operasi yang dilakukan oleh Abdullah bin Hanzhalah Al-Ghusail, ketika ia berjibaku menerjang musuh dalam salah satu pertempuran, sedangkan baju besi pelindung tubuhnya sengaja ia buang, kemudian kaum kafir berhasil membunuhnya. Disebutkan oleh Ibnu Nuhas dalam Al-Masyari' (1/555).

7. Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan (9/44) menukil tentang seorang lelaki yang mendengar sebuah hadits dari Abu Musa :"Jannah (syurga) itu berada di bawah naungan pedang" Lalu lelaki itu memecahkan sarung pedangnya, lantas menerjang musuh seorang diri, berperang sampai ia terbunuh.

8. Kisah Anas bin Nadhar dalam salah satu pertempuran Uhud, katanya: "Aku sudah terlalu rindu dengan wangi jannah (syurga)" kemudian ia berjibaku menerjang kaum Musyrikin sampai terbunuh. (Muttafaqun 'Alaihi).

Ketiga : Ijma' Dalam Masyari'ul Asywaq (1/588),
Ibnu Nuhas menukil dari Al-Mihlab, katanya: (Kaum Muslimin) telah Ijma' bahwa diperbolehkan menerjangkan diri dalam posisi berbahaya yang menyebabkan kebinasaan dirinya dalam Jihad Fie Sabilillah. Ia menukil dari Al-Ghazali dalam Al-Ihya, katanya: Tidak ada perbedaan pendapat tentang diperbolehkannya seorang Muslim berjibaku menerjang sepasukan kafir dan berperang seorang diri sekalipun ia mengerti bahwa dirinya bakal terbunuh.Imam Nawawi dalam syarah Muslim menukil kesepakatan (kaum Muslimin) tentang diperbolehkannya mengorbankan diri -dengan menempatkan diri dalam posisi mematikan-dalam Jihad Fie Sabilillah, ia menyebutnya (contoh) dalam perang Dzie Qarad (12/187)Tujuh hadits terdahulu dan ijma' tersebut di atas, para ulama ahli fiqih (Fuqaha) menempatkannya dalam bab :"Berjibaku seorang diri menerjang pasukan musuh dengan bilangan yang banyak", kadang-kadang dinamakan juga dengan Al-In-Ghimas (Terobos maut) ke arah sepasukan" atau dinamakan juga, "Menempatkan diri dalam posisi mematikan dalam Jihad Fie Sabilillah"Imam Nawawi dalam syarah Muslim Bab kepastian Jannah bagi orang yang syahid (13/46) mengatakan: 'Di dalamnya diperbolehkan seorang diri melakukan operasi terobos maut ke dalam pasukan musuh dan bersungguh-sungguh memperoleh kesyahidan. Hal seperti ini diperbolehkan menurut Jumhur Ulama, tidak ada kemakruhan di dalamnya, selesai- Imam

Al-Qurtubi dalam tafsirnya menukil dari sebagian ulama Malikiyah (Yaitu berjibaku ke arah musuh), sehingga sebagian mereka berkata : "Jika seseorang menyerbu kepada seratus orang atau sejumlah pasukan tertentu, misalnya tentara atau semisalnya,dan dia mengerti, serta mempunyai keyakinan kuat bahwa dia akan terbunuh dalam operasi tersebut, tetapi dia pula memiliki keyakinan kuat bahwa operasinya akan merugikan musuh atau berbekas (di hati musuh), yang mana ini akan membawa manfaat bagi kaum Muslimin, maka operasi seperti ini diperbolehkan" Ia menukil pula dari Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani, katanya : "Jika seorang lelaki berjibaku ke arah Seribu Musyrikin,dan dia -benar-benar- seorang diri, maka hal seperti ini tidak mengapa, jika ia sangat berharap akan keberhasilan operasinya, atau menimbulkan kerugian pada pihak musuh ". Tafsir Al-Qurtubi (2/364)

Masalah-masalah yang berkenaan dengan penerjangan diri oleh seorang Muslim ke arah musuh dengan bilangan yang besar, demikian juga jibaku seorang diri ke tengah-tengah pasukan musuh, sangat erat dan persis kaitannya dengan masalah yang dialami oleh seorang Mujahid, yang berusaha menempatkan dirinya dalam posisi yang membahayakan jiwanya, dan melabrakkan diri ke dalam sekumpulan kaum kafir,dengan tujuan berusaha menimbulkan kematian, kerugian dan kerusakkan pada musuh. Maka operasi seperti ini disebut sebagai operasi Istisyhad. Fakta-fakta dan peristiwa yang berkenaan dengan hukum operasi Istisyhad:

1. Ketika kaum kafir menjadikan kaum Muslimin sebagai tameng hidup/pagar betis
Apabila kaum kafir menjadikan kaum Muslimin sebagai tameng hidup/pagar betis, sehingga kaum Muslimin lainnya yang berjihad (Mujahidin) tersudut dalam keadaan terpaksa, dan tidak dapat melanjutkan peperangan kecuali dengan terlebih dahulu menghilangkan tameng hidup tersebut, maka hal ini diperbolehkan.

Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa (20/52), (28/537,546) berkata : "Ulama telah sepakat bahwa jika pasukan kafir menjadikan tawanan kaum Muslimin yang ada pada mereka sebagai tameng hidup/pagar betis, dan kondisi ini dikhawatirkan menimbulkan bahaya bagi kaum Muslimin jika mereka tidak melanjutkan pertempuran, maka hendaklah mereka melanjutkan pertempuran itu sekalipun mengakibatkan terbunuhnya kaum Muslimin yang dijadikan tameng hidup/pagar betis oleh kaum kafir..,-selesai.

Ibnu Qasim berkata dalam Haasyiyatur Raudh (4/271), berkata dalam Al-Inshaf: "Jika -kaum kafir- menjadikan tameng hidup dari kaum Muslimin, dan tembadakan kaum Muslimin tidak akan mencapai kaum kafir kecuali dengan terlebih dahulu mencapai kaum Muslimin yang dijadikan sebagai tameng hidup itu, maka diperbolehkan menembak kearah mereka dengan tujuan membunuh kafir. Tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Selesai-

Fakta yang dapat dijadikan dalil (Wajhud Dalaalah) dalam masalah tameng hidup (Tatarrus) ketika kita berada dalam kondisi seperti itu ialah, diperbolehkan bagi kita untk melanjutkan pertempuran untuk menyampaikan tembakan kita ke arah musuh, sekalipun hal itu menyebabkan terbunuhnya tameng hidup dari kaum Muslimin oleh senjata kaum Muslimin dan oleh tangan kaum Muslimin.

Disini kita lihat bahwa kelanjutan membunuh musuh sekaligus menimbulkan kerugian dan kerusakan pada mereka hanya akan terjadi setelah terlebih dahulu membunuh kaum Muslimin yang dijadikan tameng hidup oleh musuh. Keadaan seperti ini tentu saja lebih parah daripada hilangnya nyawa seorang Mujahid dengan perantaraan tangannya sendiri dalam operasi Istisyhad dengan tujuan menimbulkan kerusakan dan kerugian pada musuh . Bahkan terbunuhnya tameng hidup dari kaum Muslimin adalah lebih dahsyat, karena seorang Muslim yang membunuh Muslim lainnya adalah terlebih dahsyat dibandingkan dengan seorang Muslim yang membunuh dirinya sendiri. Karena pembunuhan terhadap seorang Muslim oleh selainnya adalah merupakan suatu kezaliman dan sangat melampaui batas terhadap yang terbunuh. Adapun pembunuhan seorang Muslim terhadap dirinya sendiri, maka bahayanya terbatas pada dirinya, akan tetapi hal-hal seperti ini diperbolehkan dalam Bab Jihad.

Karenanya jika hilangnya nyawa kaum Muslimin di tangan sesama kaum Muslimin dengan tujuan membunuh musuh adalah diperbolehkan, maka hukum hilangnya nyawa seorang Muslim ditangannya sendiri dengan tujuan menimbulkan kerugian dikalangan musuh adalah serupa atau bahkan lebih ringan dari itu (lebih diperbolehkan).

Dengan kata lain, jika suatu perbuatan yang dosanya terhitung lebih besar, dan dalam satu kondisi perbuatan itu diperbolehkan dilakukan dengan tujuan seperti diterangkan diatas, maka perbuatan yang dosanya lebih sedikit dari hal tersebut adalah lebih boleh untuk dilakukan, jika kedua perbuatan tersebut bertujuan untuk menimbulkan kerugian pada musuh, sesuai dengan hadits : Sesungguhnya Amal itu (sesuai) dengan niat.

Keterangan di atas sekaligus sebagai bantahan terhadap mereka yang mengatakan bahwa operator jibaku dan orang yang melabrakkan diri ke pasukan musuh adalah terbunuh di tangan musuh dengan senjata musuh!

Maka kami katakan bahwa dalam masalah Tatarrus (Tameng hidup), kaum Muslimin yang dijadikan tameng terbunuh di tangan kaum Muslimin sendiri, juga oleh senjata kaum Muslimin. Dalam kondisi seperti ini, maka pembunuhan terhadap kaum Muslimin tidak termasuk kategori pembunuhan biasa yang diancam oleh hukum Islam.

2. Masalah Al-Bayat (Penyergapan /Ambush)
Yang dimaksudkan dengan Al-Bayat ialah penyergapan sekaligus pembunuhan dan penimbulan kerusakan pada musuh yang dilakukan di malam hari, sekalipun dalam operasi itu terdapat personal atau individu yang pada mulanya -dalam keadaan biasa- tidak diperbolehkan dibunuh, misalnya anak-anak dan kaum wanita kafir.

Ibnu Qudamah berkata: Diperbolehkan menyergap musuh, dan berkata Imam Ahmad: Tidak mengapa operasi Al-Bayat dilakukan, bukankah operasi tempur melawan Rumawi -tidak dilakukan- kecuali dengan cara Al-Bayat?, katanya lagi: "Kami tidak mengetahui adanya seorangpun yang memakruhkan Al-Bayat " (Al-Mughni dengan syarahnya :10/503).

Sisi pengambilan dalil dari keterangan diatas adalah, jika diperbolehkan membunuh individu yang pada asalnya tidak diperbolehkan untuk dibunuh, demi tujuan menimbulkan kerusakan dan kerugian pada musuh serta kekalahan musuh, maka dikatakan: demikian pula hilangnya nyawa seorang Mujahid Muslim yang pada mulanya tidak diperbolehkan, akan tetapi demi tujuan penghancuran musuh, maka hal ini menjadi boleh, diperbolehkan.

Dalam kasus Al-Bayat, wanita-wanita dan anak-anak kafir terbunuh ditangan orang-orang yang pada mulanya tidak dibenarkan untuk melakukannya, jika tidak dilakukan demi tujuan-tujuan Jihad dan disesuaikan dengan niatnya.

Kesimpulan:
Telah disebutkan terdahulu tentang bolehnya seorang Mujahid menempatkan dirinya dalam posisi berbahaya dalam operasi Istisyhadiyah, dan menghilangkan nyawa dirinya demi tujuan Jihad dan menimbulkan kerugian pada musuh, baik terbunuh oleh senjata musuh dan ditangan musuh, sebagaimana telah disebutkan dalil-dalilnya, atau terbunuh oleh senjata kaum Muslimin di tangan sesama kaum Muslimin sendiri sebagaimana dalam kasus Tatarrus (tameng hidup) atau dengan menunjukkan cara untuk membunuh dirinya sebagaimana disebutkan dalam kisah Al-Ghulam (pemuda). Semua itu sama saja kedudukan hukumnya dalam Bab Jihad , karena, dalam Jihad yang didalamnya terdapat kemaslahatan yang besar bagi kaum Muslimin, terdapat banyak amalan-amalan yang diampuni (diperbolehkan unutk melakukannya), sedangkan amalan-amalan tersebut tidak boleh dilakukan di luar konteks jihad. Sebagai contoh, berbohong dan tipu daya adalah diperbolehkan dalam Jihad sebagaimana ditunjukkan oleh Sunnah, padahal perbuatan ini diluar Jihad dilarang.Dalam konteks Jihad pula diperbolehkan membunuh individu yang pada mulanya tidak diperbolehkan untuk membunuhnya. Demikianlah asal dalam masalah Jihad, karenanya masalah operasi Istisyhadiyah masuk dalam bab ini. Adapun mengkiyaskan Mustasyhid (orang yang syahid dalam operasi Istisyhad) dengan orang yang mati bunuh diri adalah qiyas yang jauh dari kebenaran. Jelas terdapat perbedaan yang mendasar yang tidak mungkin menyamakan keduanya. Si mati karena bunuh diri membunuh dirinya karena putus asa dan hilangnya kesabaran, atau membenci takdir, atau menentang sesuatu yang telah ditakdirkan terjadi. Lalu tergesa-gesa ingin segera mati atau ingin segera bebas dari sakit dan luka, dan siksa atau penderitaan yang menimpanya di luar sesuatu yang diridhai Allah. Ini berbeda dengan kesyahidan seorang Mujahid dalam operasi Istisyhad, dengan jiwa yang gembira, sukacita menyongsong kesyahidan dan Jannah (syurga) dan apa-apa yang ada di sisi Allah, juga demi menolong dien (agama)-Nya, menimbulkan kerusakan dan kerugian pada musuh, dan berjihad di Jalan-Nya. Tentulah tidak sama antara keduanya itu! Firman Allah: "Apakah kami patut menjadikan kaum Muslimin seperti orang-orang kafir? Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?" (Al-Qalam : 35-36) Firman Allah: "Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu." (Al-Jaatsiyah:21) "Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama." (As-Sajdah : 1 Kami mohon pertolongan kepada Allah, agar menolong dien-Nya, dan memuliakan tentara-Nya, dan membinasakan musuh-Nya, Shalawat Allah semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad, dan seluruh keluarga serta seluruh sahabtnya, kesemuanya.Amien.

Posting Komentar