Parlemen Undercover: Kisah-Kisah Konyol Wakil Rakyat Negeri Khayalan Indosiasat. Ide menerbitkan buku ini bermula dari melihat keriuhan pemberitaan, dan banyaknya skandal yang terjadi di “negeri seberang”, sebuah negeri yang belum lama memasuki era reformasi setelah cukup lama dikekang oleh rezim otoriter. Skandal negeri seberang sangat beragam mulai dari yang sangat konyol (video porno), keji (korupsi), hingga penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dll.
Dengan memberanikan diri mencari informasi mengetahui apakah peristiwa yang sama terjadi pula di negeri khayalan ini. Setelah kasak-kusuk mencari tahu, bertemu dengan salah seorang anggota dewan wakil rakyat negeri khayalan Indosiasat dari partai yang cukup reputable disebuah kafe.
Dalam pertemuan tersebut anggota parlemen dari negeri khayalan Indosiasat ini memberanikan diri berbagi cerita seputar apa yang sebenarnya terjadi di dalam parlemen negerinya. Insting jurnalistik dan penerbit buku mendorong kami membujuknya untuk menuliskan seluruh pengalaman yang ia lihat, amati dll langsung dari dalam (inside story). Ia pun setuju dan meminta waktu beberapa pekan untuk menuliskan.
Sungguh mengejutkan hanya dalam dua minggu ia berhasil merampungkan 27 cerita pendek yang terjadi di dalam parlemen. "Ini baru sebagian saja cerita yang bisa saya tulis,” jawabnya dengan santai ketika ditanya. “Jika tulisan ini diminati masyarakat, saya sudah menyiapkan lagi cerita-cerita yang tak kalah seru berikutnya," tambahnya.
Tentu saja terkejut sekaligus salut dengan kesungguhan dan keseriusannya menulis di tengah kesibukannya mengikuti rapat-rapat sidang. Ia dapat menuntaskan tulisan yang secara editorial sudah sangat memadai sebagai sebuah naskah. Di inbox email masih jelas tersimpan pesan yang berisi dokumen tulisannya yang di-attach tertulis diiterima jam 1 dini hari. Artinya, di waktu-waktu itulah ia menghabiskan waktu menyelesaikan tulisannya.
Hanya bisa menduga-duga mengenai kecepatannya menulis. Bisa jadi sudah sedemikian banyak dan lama ia memendam cerita ini hingga saat ditulis cerita-cerita memalukan dari parlemen negerinya langsung terpapar. Kemungkinan lain, ia memang seorang penutur yang piawai sekaligus sangat terdidik. Setuju dua-duanya yang menjadi alasan. Ini yang menyebabkan mengapa dituliskan sebuah kata pengantar untuk buku ini.
Akhirnya, demi menjaga kode etik dikalangan koleganya, ia meminta untuk tidak mencantumkan nama sebenarnya (anonymous). "Saya sadar, saya bukan seorang malaikat. Namun, jika memang diperlukan, saya siap mempertanggungjawabkan seluruhnya," ungkapnya dengan berani. Ia menyatakan seluruh teks yang ada dalam buku ini sepenuhnya tanggungjawab penulis.
Kita pun sepakat mencari nama yang patut dan pantas untuk menyembunyikan identitasnya. Didapatlah sebuah nama "Abu Semar". Nama yang sangat cocok menyiratkan pesan penting dari tujuan buku ini diluncurkan. Semar identik dengan kecerdasan seorang rakyat biasa yang menyampaikan pesan dan kritikan dengan cara yang jenaka bersama punakawan lainnya. Agar Anda tidak kaget, juga dilengkapi sederet daftar singkatan lembaga dan nama pejabat dari Negeri Indosiasat. Bukan bermaksud apa-apa, tetapi begitulah realitas dari Negeri Indosiasat yang kocak dan seringkali konyol tersebut.
Dengan hadirnya buku ini, kita berharap rakyat khayalan Indosiasat akan lebih cerdas memilih calon-calon yang lebih baik, bersih, dan bertanggungjawab dalam pemilihan anggota parleman mendatang. Hadirnya buku ini juga bisa menjadi pelengkap kampanye antipolitikus busuk yang terus dikumandangkan ke masyarakat negeri khayalan Indosiasat belakangan ini. Bagi para calon politisi yang akan maju nanti, tentu terus diingatkan bahwa mereka akan diawasi tindakannya (watchdog) jika mereka berhasil melenggang ke Parlemen.
Akhirnya, kami langsung mempersilahkan Anda membacanya. Jika ada kesamaan nama pelaku dan cerita dengan apa yang terjadi di negeri Anda, bisa jadi ini sebuah kebetulan semata. terkait dengan.....
http://tegakluruskelangit.blogspot.com/2008/08/licin-seperti-belut-culas-seperti-ular.html juga dengan http://tegakluruskelangit.blogspot.com/2008/08/para-kandidat-presiden-ri.html
Posting Komentar