Senin, 30 Juni 2008

GEMBONG2 MUNAFIK

Komponen AKKBB terdiri dari kaum liberal, kapitalis sekuler yang sok sosialis dan telah terbiasa menjadi kolaborator asing. Mereka sering mengatasnamakan HAM untuk memecah belah, menjual negara dan menguasai negeri ini.

Musang berbulu domba. Itulah perumpamaan paling tepat untuk menggambarkan sosok mereka yang menggalang Aliansi Kebang-saan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Dalam keseha-rian, orang-orang itu sering menampilkan perilaku yang sok bijak, sok moralis, serta seolah menaruh perhatian penuh pada kepentingan rakyat kecil, bangsa dan negara. Namun, di balik semua topeng kemunafikan itu, mereka sangat beram-bisi untuk mensekulerkan, membaratkan dan bahkan menjual bangsa dan negara ini.

Berdasarkan iklan yang mereka buat di media massa, AKKBB adalah aliansi cair yang terdiri dari 64 organisasi, kelompok 'keagamaan' dan LSM. Meski seolah gado-gado dan banyak pengikut-nya mereka sebenarnya tak punya massa, kecuali massa bayaran dan massa Ahmadiyah, aliran yang tengah mereka perjuangkan eksistensi kesesatannya. Bahkan dalam aksi-aksi AKKBB, terma-suk saat peristiwa Monas, Ahmadiyah adalah penyokong massa aksi utama.

Organisasi-organisasi yang tergabung dalam AKKBB kebanyakan cukup terkenal di panggung per-LSM-an. Para aktivisnya pun sudah moncer. Tak hanya karena kevokalan mereka yang sering menyakiti perasaan umat, kalangan LSM pun memahami bahwa organisasi mereka adalah organisasi proyek. Mereka biasa rajin bergerak jika ada proyek dengan duit besar sponsor asing. “Tak hanya ratusan juta, mereka biasa mendapat dana asing dalam angka milyaran,” kata mantan Ketua YLBHI Munarman beberapa waktu lalu.

Nama para tokoh AKKBB memang moncer di kalangan aktivis LSM, dan sering menjadi patron kegiatan, tempat bertanya sekaligus minta duit. Namun, masih banyak warga masyarakat dan umat Islam tidak mengenal mereka termasuk jati diri, sosok dan peri laku mereka yang sesungguhnya. Untuk itu, kali ini kita akan mengungkap, dan membongkar kelakuan beberapa tokoh itu satu per satu.

Goenawan Mohamad dan Jaringannya

Titik sentral AKKBB adalah Goenawan Mohamad. Penyair kelahiran Batang, 29 Juli 1941 ini menjadi titik singgung berbagai kelompok di AKKBB maupun ke jaringan dana luar negeri, pers, dan kelompok penekan. Goenawan adalah kader sosialis yang sinis terhadap agama (Islam). Ia selalu berperilaku seperti seorang sosialis tulen, yang moralis, demokratis, sok miskin, termasuk dengan penampilan kucel dan selalu memakai mobil toyota kijang 1996-an.

Tapi jangan salah! Goenawan sesung-guhnya seorang kapitalis tulen yang kaya raya dari saham Tempo, Jawa Pos, dan berbagai perusahaan lainnya, serta gaji besar dari lembaga donor asing. Gajinya di Tempo konon mencapai Rp 40 juta lebih meski hanya menulis 4.000 karakter tiap minggu untuk Catatan Pinggirnya di majalah Tempo, tapi tak pernah mau menaikkan gaji reporter. Bukti lain, dia lebih senang berlibur keliling dunia dari pada singgah ke masyarakat pinggiran di tanah air.

Goenawan dikenal sangat permisif. Perkimpoiannya dengan Widarti, Pemim-pin Redaksi Femina, sudah tak jelas, sementara orientasi seksual kedua anak-nya (laki-laki dan perempuan) juga tak jelas pula.

Semua orang di Teater Utan Kayu, tempat di mana dia biasa kongko-kongko, sudah faham soal ini. Penulis novel porno Saman, Ayu Utami, dan pe-musik Laksmi Pamuntjak,

keduanya juga anggota AKKBB, adalah salah dua dari belasan “dayang-dayangnya.” “Banyak orang menduga novel Ayu Utami sebenar-nya ditulis Goenawan,” kata seorang sastrawan beberapa waktu lalu.

Untuk soal perempuan, Goenawan pernah kena batunya ketika mencoba merayu dan bahkan hendak memperkosa seorang aktivis LSM bernama Agung Ayu saat di Amerika Serikat sekitar tahun 2000-an.

“Saat itu para aktivis perem-puan sempat akan mengadukannya ke polisi,” kata seorang aktivis perempuan. Tapi kawan-kawan Goenawan melobi mereka dan mengingatkan soal peran sentral dan senioritas Goenawan, sehing-ga akhirnya mereka menurunkan niatnya.

Meski tak pernah lulus dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Goena-wan dikenal cerdas dan banyak bacaan. Ia belajar politik di Belgia, dan menjadi peserta Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Saat di Harvard itulah ia mulai berkenalan, ber-interaksi, dan larut dalam pergaulan Amerikanya hingga menjadi salah satu “the darling of America”. “Dialah agen utama Amerika di Indonesia,” kata se-orang pensiunan perwira tinggi Angkatan Darat kepada Suara Islam beberapa waktu lalu.

Nopember 2000, Goenawan mewakili Indonesia pada Konferensi White House tentang Kebudayaan dan Diplomasi di Washington, dengan Presiden Bill Clinton dan Hillary Clinton, sebagai tuan rumah. Kabarnya, posisi sebagai agen utama Amerika kini sudah tidak di tangan Goenawan lagi. “Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa penggantinya adalah Sutradara Film Garin Nugroho,” kata seorang pejabat di Badan Intelijen Negara. Garin Nugroho juga tercantum sebagai pendukung AKKBB.

Meski posisinya sudah diganti, pendiri Aliansi Jurnalistik Independen ini masih berperan banyak dalam lobi-lobi untuk kepentingan Amerika. Ia adalah salah satu pendiri yayasan Tifa, sebuah LSM yang menjadi broker dana bantuan asing Asia Foundation, Rockefeller, USAID dan lain-lain ke ratusan LSM pro demokrasi di Indonesia. Karena kedekatannya ke akses uang dan hubungan Internasional, ba-nyak orang menempel ke Goenawan.

Beberapa orang Tempo juga tercan-tum di daftar AKKBB. Misalnya Pemim-pin Redaksi Majalah Tempo Toriq Hadad, Pemimpin Redaksi Koran Tempo Sri Malela Mahargasarie, Akmal Naseri Bas-ral, Ahmad Taufik, Arif Zulkifli dan Nugroho Dewanto, mantan Direktur Tempo Zulkifli Lubis, mantan Pemimpin Redaksi Tempo Fikri Jufri, serta mantan redaktur politik Tempo, Pemimpin Re-daksi The Jakarta Post dan Mantan Duta Besar AS untuk Rusia, Susanto Pudjo-martono.

Fikri adalah Pemimpin Redaksi Tem-po ketika dibreidel Soeharto tahun 1994. Orang Tempo selalu menganggap breidel 1994 adalah bentuk perlawanan mereka terhadap Orde Baru. Padahal breidel sebenarnya terjadi karena kesalahan mereka. Mereka tak menerapkan azas cover both side andalan mereka, dan mengkritisi pembelian kapal dari Jerman Timur secara sepihak. Sebab, selama puluhan tahun beberapa wartawan Tempo sangat dekat dengan Orde Baru.

Bersama Susanto Pudjomartono, Fikri dikenal sangat dekat dengan Jenderal Leonardus Benny Moerdani. Namun, lelaki keturunan Arab yang gemar mabuk itu selalu marah kalau fakta itu disebut. Menurut dia hubungannya dengan Benny sangat profesional. Adapun Ahmad Taufik adalah Ketua Garda Kemerdekaan, kelompok massa beranggotakan mantan narapidana yang dibentuk untuk aksi-aksi prodemokrasi.

Yang agak mengherankan, Bambang Harimurty yang sebenarnya juga sangat dekat dengan mantan Deputi Menteri Luar Negeri AS Paul Wilfowitz justru tidak tercantum sebagai pendukung AKKBB. Seorang pensiunan Letnan Jenderal yang sebenarnya juga dekat dengan Amerika Serikat pernah menyatakan kepada Suara Islam, “Bambang adalah salah satu agen AS di Indonesia.”

Beberapa anak buah Goenawan di Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) dan Institut Studi Arus Informasi (ISAI), juga menjadi pendukung AKKBB. Misalnya Andreas Harsono, ; Santoso, kader partai Murba yang kini menjadi Pemimpin Redaksi Radio 68 H, serta Stanley Adi Prasetyo, wartawan The Jakarta Post.

Tokoh Sosialis

Beberapa tokoh sosialis tua dan muda menjadi pendukung AKKBB. Mereka pun kawan-kawan Goenawan Mohamad. Patron mereka adalah A Rahman Tolleng. Bekas Sekjen Golkar di tahun 1970 yang dipecat dan ditahan Soeharto ini adalah seorang pemikir sosialis tulen. Hingga kini ia masih mengajar analisa politik di Sekolah Sosialis yang dibentuk penggiat sosialis di Indonesia. Tolleng adalah teman lama Abdurrahman Wahid dan sempat dicalonkan menjadi Kepala BAKIN semasa Wahid menjadi presiden.

Tokoh pendukung AKKBB lainnya dari kalangan Sosialis adalah bekas Jaksa Agung Marsillam Simandjuntak. Dokter umum yang lebih menekuni politik dan bisnis itu kini menjabat sebagai Ketua UKP3R bersama Letjen Agus Widjoyo. Meski berasal dari lingkungan kristen, Marsillam mengaku dirinya seorang agnostik, orang yang percaya adanya tuhan tapi tidak mengakui formalitas agama. Bersama Tolleng, ia pernah ditahan pasca peristiwa Malari 1974. Ia mengaku bersimpati kepada Partai Keadilan Sejahtera.

Adnan Buyung Nasution adalah pen-dukung AKKBB paling vokal. Dia adalah pendiri YLBHI bersama tokoh intel Indonesia, Ali Moertopo. Dia selalu menutup-nutupi keterlibatan Ali Moer-topo dalam pendirian YLBHI, tapi fakta sejarah menjelaskan kedekatannya dengan Soeharto maupun Ali Moertopo. Secara moral Buyung pun sangat parah. Menurut rahasia umum di YLBHI, dayang-dayang Buyung di kalangan aktivis dan pengacara cukup banyak.

Selama bertahun-tahun, sebagai pen-diri dan Ketua Dewan Penyantun YLBHI, Buyung selalu mengklaim diri sebagai lokomotif demokrasi. Padahal banyak tindakannya yang tidak demokratis, ter-masuk ketika memecat Munarman dari posisi Ketua YLBHI gara-gara Munarman mengadakan kegiatan pengajian di kantor YLBHI. Meski mengaku anti kekerasan, namun Buyung malah membela para jen-deral yang diduga terlibat kekerasan di Timor Timur.

Tokoh sosialis tua lainnya di AKKBB adalah pengacara Todung Mulia Lubis, sosiolog Arif Budiman, Peneliti LIPI Mochtar Pabottingi, pengacara Nono Anwar Makarim, Dosen UI Saparinah Sadli, Sapardi Djoko Damono dan Moch-tar Mas'oed, Pengamat Ekonomi Chris-tianto Wibisono, Sejarawan Taufik Abdul-lah, Penyair WS Rendra, Ketua Dewan Pers Ichlasul Amal, Ketua Litbang Kompas Daniel Dhakidae, dan Moeslim Abdurrahman. Sementara tokoh-tokoh sosialis muda yang terlibat di AKKBB ada Fadjroel Rachman, Rocky Gerung, Rober-tus Robert, Nirwan Dewanto, Hendardi, Doni Gahral Adian, dan Tri Agus Siswo-wiharjo.

Todung Mulia Lubis, Nono Anwar Makarim dan Christianto Wibisono adalah tiga contoh kader sosialis yang telah berubah menjadi kapitalis sejati. Todung dan Nono adalah pengacara banyak perusahaan AS dengan gaji ribuan dollar per jam, namun masih suka ber-lagak proletar. Setelah lulus sebagai Sarjana Hukum dari Universitas Indo-nesia, Todung belajar di Institute of American and International Law, Dallas; University of California, Berkeley; dan Harvard Law School. Di sanalah ia ditem-pa menjadi agen Amerika.

Todung sering menjual isu Indonesia dan Timor Timur (akhirnya Tergadai juga...) saat menjadi Wakil Ketua Komisi Investigasi HAM untuk Timor Timur. Hingga kini ia adalah Ketua International Crisis Group (ICG), lem-baga pengkaji isu internasional yang analisanya tentang Islam dan Umat Islam seling melenceng dan menyakitkan. Sementara Christianto, gara-gara anak-nya menjadi korban kerusuhan Mei, dia menjadi semakin antipati kepada peme-rintah Indonesia. Ia kini tinggal di Ame-rika Serikat.

Banyak tokoh sosialis selalu bersikap nyinyir kepada Islam, seperti Mochtar Pabottingi, Daniel Dhakidae, dan M. Fadjroel Rahman. Pabottingilah yang memberi julukan “ijo loyo-loyo” (plesetan dari kata Ijo royo-royo), ketika kelompok ICMI mulai bangkit pada pertengahan 1990-an, kemudian menguasai kabinet dan DPR serta TNI berada di tangan jenderal-jenderal yang dekat dengan Islam.

M. Fadjroel Rachman, Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Pedoman) Indonesia, adalah otak aksi mahasiswa ITB di tahun 1989. Ia dikenal anti Islam dan menjadi motor dalam judicial review ke Mah-kamah Konstitusi yang meminta pembu-baran Lembaga Sensor Film (LSF). LSF dianggap membunuh kreatifitas seni, padahal yang dilakukan LSF justri menjaga agar masyarakat tak dicemari tontonan porno.

Masih ada lagi aktivis dan kolaborator asing sok sosialis yang ikut di dalam AKKBB. Dari kalangan aktivis HAM ada Asmara Nababan, pendiri eLSHAM dan adik Ketua Umum HKBP SAE Nababan; Ketua PBHI Johnson Panjaitan, Ketua YLBHI yang mengkhianati dan kemudian menggantikan Munarman, Patra M Zein; Ketua LBH Jakarta Asfinawati, Ketua Kontras Usman Hamid, Rachland Na-shiddik dan Uli Parulian Sihombing.

Dari kalangan LSM ada Ratna Sarum-paet, Ging Ginanjar, Sitok Srengenge dan Slamet Gundono dari Aliansi Bhinneka Tunggal Ika; Ahmad Baso dari Komnas HAM, HS Dillon, seorang warga Sikh, yang menjadi Ketua LSM Kemitraan, Kesetaraan dan lain-lain; Gadis Arifia, dosen UI yang juga Ketua Jurnal Perem-puan; Julia Suryakusuma, mantan war-tawan Tempo yang menjadi penggiat seni bebas; Kartono Mohamad, kakak Goena-wan Mohamad yang pernah menjadi Ketua Ikatan Dokter Indonesia. Ada pula Wardah Hafidz, adik mujahid Salman Hafidz dalam kasus Cicendo, tapi keblasuk menjadi pemimpin kelompok kiri Urban Poor Consortium; serta aktivis LSM Yenny Rosa Damayanti, Ifdhal Kasim, Bivitri Susanti, Jeffry Geovanie.

Tapi ada pula aktivis kapitalis neoliberal murni yang ikut di AKKBB. Misalnya Rizal Mallarangeng, Ketua Freedom Institute yang suka mejeng di baliho jalanan dengan semboyan save our nation; M Chatib Basri, ekonom UI dan kader utama Mafia Berkeley; serta Lin Che Wei, ekonom Danareksa sekuritas yang mendadak moncer menjadi negosiator perjanjian Exxon Mobile yang diketuai Rizal Mallarangeng dan Chatib Basri

Jaringan Islam Liberal

Aktivis Jaringan Islam Liberal adalah salah satu motor penggerak AKKBB. Mereka antara lain Abdul Moqsith Ghazali, Abdul Munir Mulkhan, Ahmad Sahal, Ahmad Suaedy, Bachtiar Effendy, Luthfi Assyaukanie, Eep Saefuloh Fattah, Hamid Basyaib, Ihsan Ali-Fauzi, Imdadun Rahmad, M Guntur Romli, M Syafii Anwar, Musdah Mulia, Nong Darol Mahmada, Rumadi, Saiful Mujani, Taufik Adnan Amal, Ulil Abshar Abdalla, Yudi Latif, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi, Zuly Qodir, dan Syamsu Rizal Pang-gabean.

Komentar para aktivis JIL ini sudah sering keluar dari rambu syara. Misalnya, Guntur Romly pernah mengatakan bahwa naudzubillahi min dzalik-- Al Qur'an adalah kitab paling porno. Musdah Mulia yang pro homoseksual mengecam Ulama yang menafsir al Quran untuk menyalah-kan kaum homo. Taufik Adnan Amal mengatakan tafsir Al Quran sudah bias jender. Padahal, rata-rata mereka berasal dari lingkungan pesantren. Walau tak semua, mereka banyak yang sudah mengabaikan ibadah mahdlah seperti shalat lima waktu.

Meski sekarang tak lagi banyak tampil di Indonesia karena sedang mengejar gelar doktor dan ditatar untuk menjadi salah satu kader dan the Darling of America di Boston, Ulil Abshar Abdalla adalah corong JIL paling tajam. Meski tidak pernah lulus dari LIPIA Jakarta, ia dikenal sebagai penentang formalitas dan hukum Islam. Selain karena punya latar belakang pesantren, Ulil pun pintar bersilat lidah. Bekas Ketua LAKPESDAM NU ini adalah menantu KH Musthofa Bisri.

Luthfi Assyaukanie adalah dosen seni-or Universitas Paramadina, dan peneliti Freedeom Institute yang mendapat dana jutaan dollar dari Amerika. Dia juga salah satu dewan pengarah di Maarif Institute, Co-Founder dan Anggota Dewan Peng-arah JIL. Setelah menyelesaikan studi di University of Jordan dengan spesialisasi Filosofi dan Hukum Islam, ia lalu menye-lesaikan gelar MA dan PhD di The University of Melbourne. Pandangannya tentang syariat Islam selalu negatif.

Penggiat pluralisme lainnya adalah M Syafi'i Anwar, Direktur ICIP (Interna-tional Centre for Islam and Pluralism). Setelah gagal membangun majalah Ummat, lelaki kelahiran Kudus ini banting stir menekuni Islamologi dan kuliah S-3 di Melbourne University. Sedangkan Zuhairi Misrawi, selain men-jadi Direktur Moderate Muslim Society (MMS) ia kini menempel di Baitul Muslimin Indonesia. Pemikir kontro-versial kelahiran Sumenep, 5 Pebruari 1977 ini lulusan Pesantren al-Amien, Prenduan, Madura dan S1 di Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, Kairo-Mesir.

Disamping para tokoh sosialis, itu wakil komunitas Ahmadiyah diwakili orang-orang seperti Johan Effendy dan M Dawam Rahardjo. Selain dikenal pro islam liberal, mereka sesungguhnya juga aktivis Ahmadiyah yang bersembunyi di balik lembaga Islam seperti Muham-madiyah. Tapi mengapa orang-orang yang dikenal sebagai tokoh-tokoh Islam seperti KH Abdurrahman Wahid, Amien Rais dan Syafii Maarif juga terlibat di AKKBB?

Untuk Gus Dur sudah jelas, karena sikapnya yang selalu negatif terhadap formalisasi hukum Islam. Dia dikenal sebagai sahabat Israel dan anggota Ghoyim Zionis. Pandangannya pun ber-beda dengan pandangan PB Nahdlatul Ulama dalam masalah Islam Liberal, meski ia bekas Ketua Umum PB NU. Untuk kegiatan pro sekulerisme, plu-ralisme, liberalisme dan sosialisme, ia mendirikan The Wahid Institute yang dananya juga dari Amerika. Sinta Nuriyah wahid, isteri Gus Dur, Direktur The Wahid Institut, Zanuba Arifiah binti Abdur-rahman Wahid dan Direktur Eksekutif Ahmad Suaedy dan beberapa orang lain-nya tercantum sebagai anggota AKKBB.

Sebenarnya, sudah sejak lama, pandangan Syafii Ma'arif cenderung pro Islam Liberal. Jika dulu pandangannya sering disebut Neo Mu'tazilah, belakang-an diketahui bahwa ide-ide itu pula yang disebarkan anak muda JIL. Lulusan Chicago University ini pun membentuk Ma'arif Institut yang penelitiannya sering menyudutkan cita-cita penerapan hukum Islam di Indonesia. Dana Maarif Institut konon juga berasal dari Amerika.

Yang menyesakkan hati adalah Amien Rais. Sebab, dalam wawancaranya dengan TEMPO, Amien mengecam FUI sebagai gerakan siluman yang ingin menghabisi Ahmadiyah dengan operasi intelijen. “Padahal saya tahu persis bahwa Amien tahu persis personel di FUI, yang tak lain para sahabatnua sendiri yang pada 2004 lalu justru mendukungnya maju menjadi calon presiden,” kata Ahmad Sumargono, Penasihat FUI dalam kolom-nya di Suara Islam edisi 45 lalu. Amien ternyata pernah menerima Pimpinan Ahmadiyah Internasional Mirza Thahir Ahmad, saat menjadi Ketua MPR..

Posting Komentar