Beberapa kali saya memiliki pengalaman yang “berbau” Cina. Saat pertama ketika sempat berkunjung ke Kota Nanjing, Provinsi Jiangsu, sepuluh tahun lalu. Kesan pertama yang menyergap mata adalah suasana kota yang kental dengan “suasana komunis.” Kumuh, berdebu, dekil, jorok! Beda jauh dengan “suasana kapitalis” yang wangi, harum, rapi, bersih! Sempat saya susuri pojok-pojok kota yang masih menyimpan banyak pedagang kaki lima yang menjajakan barang-barang bekas, komplek pelacuran yang buka di siang hari, dan atraksi seorang pembuat mie dengan cara mencabik dan mengayun adonan tepung dengan kedua tangannya, tanpa alat apapun.
Pengalaman kedua adalah ketika menjadi pemandu rombongan pejabat dari Provinsi Sichuan yang belajar tentang “livestock and husbandry” di Indonesia. Kesan paling mendalam yang masih tersimpan di kepala adalah praktik korupsi luar biasa yang mereka lakukan di Indonesia. Ceritanya, ketika mereka akan melakukan pembayaran untuk urusan akomodasi dan travelling selama di Indonesia, mereka minta dibuatkan kwitansi dengan nilai yang berlipat-lipat dari yang seharusnya mereka bayarkan. Madame Zhang yang menjadi pimpinan rombongan dengan gaya aristokratnya seolah tak bersentuhan dengan perkara nista ini. Anak buahnya dengan cantik telah menyelesaikan segala urusan ini. Hasil “mark-up” yang mereka lakukan mereka pakai buat belanja patung kayu di Jogja, perak di Bali, dan seabrek oleh-oleh yang tentu saja akan dibagi rata di sana.
Membaca buku kisa nyata “China Undercover” karya Chen Guidi dan Wu Chuanto menjadi mudah bagi saya untuk memahami konteks cerita yang terbangun di sana. Ini kisah pilu dan berdarah-darah dari sebagian besar penduduk Cina yang petani itu. Kisah diawali dengan matinya seorang petani Ding Zuomang dari Desa Luying karena terlalu vokal menuntut pembebasan pajak yang semakin mencekik leher petani desa. Kisah kedua adalah pembantaian 4 petani Desa Zhang yang dilakukan oleh kader partai desa yang murka karena para petani tak mau diperas dengan berbagai pajak ngawur yang mereka ciptakan. Cerita ketiga adalah tragedi Desa Gao, yang mengumbar keangkaramurkaan Zhang Jidong untuk mengobrak-abrik penduduk desanya sendiri karena adanya perlawanan petani. Tragedi keempat terjadi di Desa Wang, Kecamatan Baumiao. Seluruh peristiwa itu terjadi di Provinsi Anhui, Cina, dalam rentang tahun 1992-1996. Itu artinya terjadi pada abad 21 di mana hak asasi dan keadilan di depan hukum harusnya sudah ditegakkan.
Ketika seorang petani berteriak, “tak seorangpun dapat melebihi hukum.” Dengan entengnya seorang pejabat mencemooh: “Kau benar-benar percaya omong kosong yang kau lihat di TV dan kau baca di Koran-koran mengenai aturan hukum? jangan tolol. Mungkin di Amerika seorang pejabat lokal dapat mendakwa presiden – tapi itu di Amerika, bukan Cina. Biar kuberi tahu, ini Cina, di sini manusia yang mengatur, dan aku mengaturmu!”
Kisah nyata ini menjadi kontroversial di Cina dan sempat dilarang oleh pemerintah. Karena bisa menjatuhkan citra bangsa Cina dengan sederet cap negative: korup, sadis, rakus, dsb. Tapi 10 juta kopi bajakannya sempat beredar di pasar gelap di Cina dan kini bahkan sudah beredar di banyak negara.
Kekuatan kisa nyata ini adalah pada gaya bertutur yang seolah didramatisasi hingga membuat pembaca ikut merasakan penderitaan para petani. Padahal bahan dasar penulisan buku ini adalah hasil riset Chen Guidi dan Wu Chuanto, yang tak lain adalah suami-istri yang menaruh perhatian pada masalah social ekonomi bangsanya.
Kisah ini boleh jadi tak hanya terjadi di Cina, tapi bisa saja hadir di halaman depan republik kita ini, tentu dengan sedikit kecanggihan modus operandi-nya.
"Saya ditanya soal itu (jilbab), saya bilang beberapa hari lalu saya lihat di TV, Bu Ani mendampingi Pak SBY menerima pernyataan dukungan dari Tarbiyah Islamiyah.
Bu Ani pakai busanah muslimah putih dan berkerudung, Bu Ani tambah mempesona, tambah anggun kalau pakaiannya begini. Ini harus dilanjutkan," kata Ketua DPP PKS Mahfudz Siddik kepada detikcom, Rabu (27/5/2009).
Segala puji hanya bagi Allah, walaupun waktu telah membawa (bagi kita) petaka yang meremukkan dan kejadian yang besar. Dan saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan tak ada bersama-Nya sesuatu selain Dia Sendiri, dan Muhammad (saw) adalah hamba dan pesuruh-Nya.
'Amma ba'du, sesungguhnya orang yang durhaka kepada penasihat yang penuh belas kasih, yang berpengetahuan dan pengalaman, menimbulkan kekecewaan dan mengakibatkan penyesalan.
Saya telah memberikan kepada Anda perintah-perintah saya tentang tahkim itu, telah saya sampaikan ke hadapan Anda pandangan saya yang tersembunyi.
Saya berhasrat kiranya pandangan Qashir telah diterima; tetapi Anda menolaknya seperti lawan yang kasar dan pemberontak yang durhaka sampai si penasihat sendiri jatuh dalam keraguan tentang nasihatnya dan latu api (kecerdasannya) berhenti memberi nyala api. 'Sebagai akibatnya, kedudukan saya dan kedudukan Anda menjadi seperti yang dikatakan si penyair Bani Hawazin,Kuberikan perintahku di Mun'arajil-Liwa, Tetapi tidak kaulihat baiknya nasihatku.
Hingga menjelang tengah hari berikutnya (ketika sudah terlambat). Ketika semangat orang Suriah telah patah oleh pedang-pedang ganas orang 'Iraq dan serangan-serangan yang tak berkeputusan pada Malam al-Harir menjatuhkan moralnya dan mengakhiri aspirasi-aspirasinya, 'Amr ibn 'Ash menyarankan siasat licik kepada Mu'awiah supaya mengangkat mashaf Al-Qur'an di ujung tombak dan berteriak-teriak mendesak untuk menggunakannya sebagai hakam seraya mengatakan, sebagian orang akan berusaha menghentikan peperangan dan sebagian lagi hendak meneruskannya.
Dengan demikian maka kita memecah belah mereka dan akan dapat menangguhkan peperangan sampai pada kesempatan lain." Sesuai dengan saran itu, mushaf-mushaf Al-Qur'an diangkat pada ujung tombak.
Hasilnya, sebagian orang yang tak berpikir membuat huru-hara dan berseru serta menimbulkan perpecahan dan kekacauan di kalangan tentara, dan perjuangan kaum Muslim yang terkicuh mereda setelah hampir mencapai kemenangan. Tanpa memahami sesuatu, mereka mulai menjerit-jerit menghendaki keputusan Al-Qur'an atas peperangan.
Melihat Al-Qur'an dijadikan alat siasat licik, Amirul Mukminin mengatakan, "Wahai, manusia. Janganlah kamu terjebak dalam penipuan dan kelicikan ini. Mereka menggunakan rancangan ini untuk mengelakkan aibnya kekalahan. Saya mengenal watak setiap orang dari mereka.
Mereka bukan penganut Al-Qur'an dan tidak bertindak menurut perintah Al-Qur'an. Demi Allah, janganlah kamu terjebak dalam tipu daya mereka. Teruskan dengan tekad dan berani, dan baru berhenti setelah mengalahkan musuh yang sedang sekarat." Namun, siasat licik kebatilan telah bekerja.
Orang-orang itu mengambil sikap membangkang dan memberontak. Mis'ar ibn Fadaki at-Tamimi dan Zaid ibn Husain ath-Tha'i, masing-masing dengan pasukan sebesar 20.000 orang, menghadapi Amirul Mukminin seraya berkata, "Hai, 'Ali. Apabila Anda tidak menyambut seruan Al-Qur'an, kami akan memperlakukan Anda seperti kami memperlakukan 'Utsman. Segeralah akhiri pertempuran, dan tunduklah kepada keputusan Al-Qur'an."
Amirul Mukminin berusaha sekuat kuasanya untuk menyadarkan mereka, tetapi iblis telah berdiri di hadapan mereka berjubahkan mashaf Al-Qru'an. la tidak mengizinkan mereka untuk berbuat demikian, dan mereka memaksa Amirul Mukminin mengutus seseorang untuk memanggil Malik ibn Harits al-Asytar dari medan pertempuran. Karena terpaksa, Amirul Mukminin mengirim Yazid ibn Hanf' memanggil Malik.
Ketika Malik mendengar perintah ini, ia menjadi bingung, seraya berkata, 'Tolong katakan kepadanya, ini bukan saat untuk meninggalkan posisi. la bolch menunggu sebentar saat saya menghadapnya dengan berita kemenangan." Ibn Hani' menyampaikan pesan itu sekembalinya, tetapi orang-orang berteriak bahwa tentulah Amirul Mukminin telah menyampaikan pesan rahasia kepadanya.
Amirul Mukminin mengatakan bahwa tak ada kesempatan baginya untuk menyampaikan suatu pesan rahasia. Segala yang dikatakannya dilakukan di hadapan mereka.
Orang-orang itu mengatakan bahwa Ibn Hani' harus diutus lagi, dan apabila Malik menunda kedatangannya maka Amirul Mukminin akan kehilangan nyawa.
Amirul Mukminin menyuruh lagi Ibn Hani dan menyampaikan pesan bahwa telah terjadi pemberontakan; ia harus kembali dalam keadaan bagaimanapun. Maka Ibn Hani' pergi lagi lalu mengatakan kepada Malik, "Apakah Anda lebih mencintai kemenangan atau nyawa Amirul Mukminin? Kalau nyawanya lebih Anda cintai, Anda harus melepaskan tangan dari pertempuran lalu pergi kepadanya." Dengan meninggalkan kesempatan untuk menang,
Malik berangkat menghadap Amirul Mukminin dengan sedih dan kecewa. Kekacauan pun berkecamuk. la membantah orang-orang itu dengan sangatnya, tetapi mereka tak dapat diperbaiki lagi.
Maka diputuskanlah bahwa setiap pihak harus menunjuk seorang hakam supaya mereka menyelesaikan persoalan kekhalifahan itu menurut Al-Qur'an.
Dari pihak Mu'awiah telah diputuskan 'Amr ibn 'Ash. Dari pihaknya, orang-orang itu mengajukan Abu Musa al-Asy'ari. Melihat pilihan yang salah ini, Amirul Mukminin mengatakan, "Karena Anda tidak menerima pendapat saya tentang tahkim, sekurang-' kurangnya sekarang Anda menyetujui untuk tidak mengangkat Abu Musa se-bagai hakam. la bukan orang yang amanat.
Di sini ada 'Abdullah ibn 'Abbas, dan di sini ada Malik al-Asytar. Pilihlah seorang di antara mereka." Tetapi, mereka tak mau mendengarkannya, dan bersikeras pada Abu Musa.
Amirul Mukminin akhir-nya mengatakan, "Nah, lakukanlah sesuka Anda. Tidak lama lagi Anda akan memakan tangan Anda sendiri karena kebatilan Anda."
Setelah pengangkatan hakam, setelah surat persetujuan ditulis, imbuhan "Amirul Mukminin" pada nama 'Ali ibn Abt Thalib juga tertulis. 'Amr ibn 'Ash mengatakan, "Ini harus dihapus.
Apabila kami memandangnya sebagai Amirul Mukminin, mengapa peperangan ini harus dilakukan?" Mula-mula Amirul Mukminin menolak untuk menghapusnya, tetapi setelah mereka sama sekali tak mau menerima, ia menghapusnya seraya mengatakan, "Peristiwa ini sama dengan peristiwa di Hudaibiah, ketika orang-orang kafir bersikeras bahwa kata 'Rasulullah' bersama nama Nabi Muhammad harus dihapus, dan Nabi menghapusnya." Mendengar ini 'Amr ibn 'Ash marah dan mengatakan, "Apakah Anda memperlakukan kami sebagai orang kafir?" Amirul Mukminin berkata. "Pada hari apa Anda mempunyai suatu hubungan dengan kaum mukmin dan kapan Anda telah menjadi pendukung mereka?"
Bagaimanapun, setelah penyelesaian ini, orang-orang bubar. Setelah bermusyawarah, kedua hakam memutuskan bahwa dengan menyingkirkan 'Ali maupun Mu'awiah dari kekhalifahan, rakyat akan diberi hak memilih siapa saja yang mereka sukai. Ketika tiba saat pengumumannya, diadakan suatu pertemuan di Daumatul Jandal. Yang terletak antara 'Iraq dan Suriah, kemudian kedua hakam itu tiba pula di sana untuk memaklumkan keputusan tentang nasib umat Islam.
Secara licik, 'Amr ibn 'Ash berkata kepada Abu Musa, "Saya merasa tak pantas mendahului Anda. Anda lebih tua dalam tahun dan usia, karena itu Andalah yang mula-mula menyampaikan maklumat itu." Abu Musa menyerah pada kata-kata pujiannya lalu keluar dengan bangganya serta berdiri di hadapan hadirin.
Kepada mereka ia berkata, "Wahai kaum Muslim, kami telah besama-sama menyelesaikan bahwa 'Ali maupun Mu'awiah harus dimakzulkan dan hak memilih khalifah diserahkan kepada rakyat. Mereka akan memilih siapa saja yang mereka kehendaki." Setelah mengatakan ini, ia duduk.
Sekarang giliran 'Amr ibn 'Ash, lalu ia berkata, "Hai, kaum Muslim. Anda telah mendengar bahwa Abu Musa telah menyingkirkan 'Ali ibn Abi Thalib. Saya pun menyetujuinya.
Tentang Mu'awiah, tidak ada persoalan akan menyingkirkan dia. Karena itu saya tetapkan dia pada kedudukan itu."
Setelah ia mengatakan ini, serentak terdengar teriakan di mana-mana. Abu Musa berteriak sekuat-kuatnya bahwa itu tipu daya licik, seraya mengatakan kepada 'Amr ibn 'Ash, "Engkau telah menipu, dan ibaratmu adalah seperti anjing yang apabila kau muati sesuatu ia akan menjulurkan lidah, apabila engkau tinggalkan ia akan menjulurkan lidah." 'Amr ibn "'Ash menjawab, "Ibaratmu adalah seperti keledai yang dimuati buku." Bagaimanapun, siasat licik 'Amr ibn 'Ash efektif dan kaki goyah Mu'awiah dikuatkan kembali.
Inilah ringkasan riwayat Tahkim yang dasarnya dilandaskan pada Al-Qur'an dan sunah. Tetapi, apakah itu kepulusan Al-Qur'an, ataukah itu hasil tipu daya licik yang selalu digunakan manusia duniawi untuk mempertahankan kekuasaan mereka? Dapatkah lembaran-lembaran sejarah ini dijadikan obor penyuluh bagi masa depan? Pantaskah Al-Qur'an dan sunah digunakan sebagai alat untuk keuntungan untuk mendapatkan kekuasaan duniawi? Ketika Amirul Mukminin mendapatkan berita tentang hasil yang menyedih-kan ini, ia naik ke mimbar dan mengucapkan khotbah, yang setiap patah katanya merupakan kesedihan dan kesusahan dan pada saat yang sama menyinarkan pikir-an sehatnya, kebenaran pandangannya dan kearifannya yang menjangkau jauh.
Ini peribahasa yang digunakan bilamana nasihat seseorang dilolak, kemudian disesali. Dasar kenyataannya ialah sebagai berikut. Penguasa al-Hirah, yakni Jadzimah al-Abrasy, membunuh penguasa al-Jazirah yang bernama 'Amr ibn Zharib, lalu putrinya az-Zabba' dijadikan penguasa Jaztrah itu.
Segera setelah az-Zabba' naik tahta, ia menyusun rencana untuk menuntut balas atas darah ayahnya. la mengirim pesan kepada Jadzimah bahwa ia tak dapat mengurus negaranya sendirian dan bahwa apabila ia dapat menjadi teman pelindungnya dengan jalan menerima-nya sebagai istri maka ia akan bersyukur. Jadzimah merasa amat sangat bangga atas lamaran ini, lalu bersiap-siap untuk ke Jazirah dengan seribu orang berkuda.
Budaknya, Qashir, menasihatinya sungguh-sungguh bahwa itu hanya suatu tipuan dan siasat, dan supaya ia jangan menjerumuskan diri ke dalam bahaya. Tetapi, pikirannya telah begitu tertutup sehingga ia tak dapat memikirkan mengapa az-Zabba' sampai memilih pembunuh ayahnya sebagai teman hidupnya. Bagaimana-pun, ia berangkat.
Ketika ia sampai di perbatasan Jazirah, tentara az-Zabba' hadir untuk menyambutnya, namun az-Zabba' sendiri tidak memberikan sambutan khusus atau ucapan hangat selamat datang. Melihat keadaan itu, Qashir merasa curiga lagi lalu menasihati Jadzimah untuk kembali, namun semakin dekat ke tujuan scmakin terbakar nafsunya. la tidak mempedulikan nasihat itu, dan melangkah lebih jauh memasuki kota.
Segera setelah tiba di sana, ia dibunuh. Ketika Qashir melihat ini, ia mengatakan, "Andaikan nasihat Qashir diikuti!" Sejak itu peribahasa ini berlaku.
Penyair Bani Hawazin ialah Duraid ibn ash-Shimmah. la menulis syair ini setelah saudaranya, 'Abdullah ibn ash-Shimmah, meninggal. Dasar faktanya ialah bahwa 'Abdullah bersama saudaranya memimpin serangan terhadap dua kelompok Bani Jusyam dan Bant Nashr, keduanya dari suku Hawazin, dan melarikan banyak unta.
Waktu kembali, ketika mereka hendak beristirahat di Mun'arajil-Liwa, Duraid mengatakan tak bijaksana untuk berhenti di situ karena mungkin musuh menyerang dari belakang, tetapi 'Abdullah tak setuju, lalu berhenti di sana. Akibatnya, begitu mulai malam, musuh menyerang dan membunuh 'Abdullah di situ.
Duraid juga luka, tetapi ia berhasil lolos. Sesudah itulah ia menulis beberapa syair, dalam salah satu di antaranya ia merujuk kehancuran sebagai akibat penolakan terhadap nasihatnya.
Yang jelas, andaikata tambahan “Mereka di sekitar Baitul maqdis” itu riwayat shahih, maka yang menjadi ukuran adalah apa yang diterangkan dalam konteks hadits dari kreteria dan sifat mereka.
“Akan terus menerus ada sekelompok umatku yang tetap nampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang mencerca mereka dan tidak (pula) orang yang menyelisihi mereka hingga hari kiamat.” Sabda Beliau, “tetap nampak di atas kebenaran” menunjukkan kemapanan dan kekokohan mereka di atas ilmu.
Dan Sabda beliau, “tidak membahayakan mereka orang yang mencerca mereka dan tidak (pula) orang yang menyelisihi mereka hingga hari kiamat.” menunjukkan ketegaran di atas kebenaran di masa manusia dalam keadaan bimbang maupun terlanda fitnah.
Karena itu, wajarlah kalau Imam Ahmad, Imam Ibnul Madiny, Imam Al-Bukhary dan selainnya menafsirkan bahwa mereka itu adalah Ahlul Hadits, karena ciri tersebut hanyalah di sandang oleh mereka dari masa ke masa.
Sifat dan ciri di atas tidak mungkin di sandang oleh kelompok yang memusuhi menyandang sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Dan tidak pula di sandang oleh orang-orang jahil terhadap hukum-hukum syari’at sehingga dengan perbuatan mereka tersebut telah menjatuhkan lebih dari seribu nyawa kaum muslimin yang tidak berdosa dan telah memberi angin bagi kaum kafir untuk menekan kaum muslimin. Ini benang merah PERTAMA.
KEDUA, andaikata tambahan hadits tersebut shahih maka itu adalah penafsiran terhadap sebagian orang yang tersifat dalam konteks hadits , bukanlah penafsiran tersebut khusus untuk mereka saja, karena konteks hadits umum mencakup seluruh umat -dari belahan dunia manapun- yang memiliki ciri dan sifat tersebut.
TIGA, Syari’at jihad di jalan Allah akan tetap berlangsung hingga hari kiamat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullâh shalallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam,
“Siapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan membuatnya faham dalam agama. Dan akan terus menerus ada sekelompok dari kaum muslimin yang nampak berperang di atas kebenaran menghadapi siapa yang memusuhi mereka hingga hari kiamat.”
Dan dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Âmir radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata:
“Terus menerus ada dari ummatku yang berperang di atas perintah Allah dengan mematahkan musuh-musuh mereka, tidaklah membahayakan mereka orang yang menyelisihi mereka hingga tiba hari kiamat dan mereka di atas hal tersebut.” Mendengar hal tersebut, ‘Abdullâh bin ‘Amr bin ‘Âsh radhiyallâhu ‘anhumâ membenarkan dan menimpalinya,
“Benar. Kemudian Allah akan mengirim angin seperti semerbak misk, sentuhannya bagaikan sentuhan sutra, tidak satu jiwapun yang dalam hatinya masih terdapat seberat bijian dari keimanan kecuali pasti ia akan mewafatkannya. Lalu hanya tersisa manusia yang paling jelek, yang hari kiamat akan bangkit pada mereka.”
Dua hadits di atas menunjukkan bahwa jihad akan tetap berlanjut pada setiap masa hingga hari kiamat. Dan kaum muslimin tidak akan terputus dalam menunaikan tugas mulia tersebut hingga angin lembut yang penuh dengan semerbak keharuman tersebut mencabut nyawa orang-orang yang beriman.
Namun perlu diingat bahwa yang diinginkan dengan jihad disini adalah jihad dalam pengertiannya yang umum dan mencakup seluruh jenis jihad yang disyari’atkan. Maka disaat ada kemampuan dan kekuatan, ditegakkanlah jihad secara fisik dengan persenjataan lengkap, adapun disaat lemahnya kemampuan dan kekuatan kaum muslimin, maka yang ditegakkan adalah jihad dengan hujjah dan argument atau paling minimalnya kebencian terhadap kekufuran di dalam hatinya.
Dan juga kita meyakini bahwa umat Islam ini tidak akan dapat dihancurkan dan tidak mungkin binasa di tangan musuh-musuh mereka. Sebab Allah telah menjamin hal tersebut dalam firman-Nya,
“Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepada kalian.” (QS. Âli ‘Imrân : 120) Dan Rasulullâh shalallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam mengabarkan firman Allah dalam hadits Qudsi,
“…dan Aku tidak membiarkan musuh dari selain mereka berkuasa terhadap mereka, kemudian menghalalkan kemulian mereka –walaupun (musuh-musuh itu) telah bersatu dari seluruh penjuru dunia terhadap mereka-. Hingga sebahagian mereka (sendiri) yang menghancurkan sebagian yang lainnya, dan sebahagian mereka menawan sebagian yang lainnya.”
Nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah adalah Thaifah Manshurah. Banyak hadits-hadits yang menyebutkan hal ini.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah yang diriwayatkan oleh sahabat Mughirah dari Nabi bahwa beliau bersabda: “Akan senantiasa ada manusia dari umatku yang menang (berada di atas kebenaran – pent) sampai datang kepada mereka urusan (keputusan) Allah sedang mereka dalam keadaan dhahirin (menang).”
Golongan yang mendapat pertolongan sebagaimana yang disebut dalam hadits-hadits Rasulullah SAW adalah golongan pejuang dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang memang layak untuk memperoleh pertolongan Allah, baik secara moral maupun material.
Pertolongan Allah itu misalnya: ilmu yang shahih, perilaku yang lurus terhadap sunnah-sunnah Allah di alam semesta, serta melaksanakan hal-hal yang dijadikan Allah sebagai wasilah untuk mencapai hasil yang diharapkan. Jika tidak, atau jika hanya sekedar iman dan mengikuti aqidah Ahlus Sunnah tanpa menjalankan hal-hal yang bisa mendatangkan kemenangan serta tanpa menjalankan sunnah-sunnah Allah di alam semesta – dengan tidak melebihkan seseorang atas selainnya – maka Allah tidak akan menjamin pertolongan, kemenangan, dan kekuasaan di muka bumi, sebagaimana telah dijanjikan-Nya buat hamba-hamba-Nya yang shaleh dan ikhlash.
Maka jelaslah bahwa golongan yang mendapat pertolongan itu adalah golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Golongan ini selalu melaksanakan fikih yang shahih yang mengacu pada Salaf dan para Imam. Golongan ini senantiasa menjalankan hal-hal yang bisa mendatangkan kemenangan sehingga sudah selayaknya Allah memberi mereka pertolongan. Mereka juga sama sekali tidak mempedulikan orang-orang yang menentang, meremehkan, atau merendahkan mereka.
Untuk mendapat jawaban, siapakah Tha'ifah Manshurah yang bakal mendapat pertolongan Allah , marilah kita ikuti uraian berikut:
Rasulullah bersabda, : "Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang menghina-kan mereka, sehingga datang keputusan Allah." (HR. Muslim)
Rasulullah bersabda, : "Jika penduduk Syam telah rusak, maka tak ada lagi kebaikan di antara kalian. Dan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang mendapat pertolongan, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka, sehingga datang hari Kiamat." (HR. Ahmad, hadits shahih)
Ibnu Mubarak berkata, "Menurutku, mereka adalah ashhabul hadits (para ahli hadits)."
Imam Al-Bukhari menjelaskan, "Menurut Ali bin Madini mereka adalah ashhabul hadits."
Imam Ahmad bin Hambal berkata, "Jika kelompok yang mendapat pertolongan itu bukan ashhabul hadits maka aku tidak mengetahui lagi siapa sebenarnya mereka."
Imam Syafi'i berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, "Engkau lebih tahu tentang hadits daripada aku. Bila sampai kepadamu hadits yang shahih maka beritahukanlah padaku, sehingga aku bermadzhab dengannya, baik ia (madzhab) Hejaz, Kufah maupun Bashrah."
Dengan spesialisasi studi dan pendalamannya di bidang sunnah serta hal-hal yang berkaitan dengannya, menjadikan para ahli hadits sebagai orang yang paling memahami tentang sunnah Nabi, petunjuk, akhlak, peperangannya dan berbagai hal yang berkaitan dengan sunnah.
Para ahli hadits -semoga Allah mengumpulkan kita bersama mereka- tidak fanatik terhadap pendapat orang tertentu, betapa pun tinggi derajat orang. tersebut. Mereka hanya fanatik kepada Rasulullah.
Berbeda halnya dengan mereka yang tidak tergolong ahli hadits dan mengamalkan kandungan hadits. Mereka fanatik terhadap pendapat imam-imam mereka -padahal para imam itu melarang hal tersebut- sebagaimana para ahli hadits fanatik terhadap sabda-sabda Rasulullah. Karenanya, tidaklah mengherankan jika ahli hadits adalah kelompok yang mendapat pertolongan dan Golongan Yang Selamat.
Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Syarafu Ashhabil Hadits menulis, "Jika shahibur ra'yi disibukkan dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya, lalu dia mempelajari sunnah-sunnah Rasulullah , niscaya dia akan mendapatkan sesuatu yang membuatnya tidak membutuhkan lagi selain sunnah.''
Sebab sunnah Rasulullah mengandung pengetahuan tentang dasar-dasar tauhid, menjelaskan tentang janji dan ancaman Allah, sifat-sifat Tuhan semesta alam, mengabarkan perihal sifat Surga dan Neraka, apa yang disediakan Allah di dalamnya buat orang-orang yang bertaqwa dan yang ingkar, ciptaan Allah yang ada di langit dan di bumi.
Di dalam hadits terdapat kisah-kisah para nabi dan berita-berita orang-orang zuhud, para kekasih Allah , nasihat-nasihat yang mengena, pendapat-pendapat para ahli fiqih, khutbah-khutbah Rasulullah dan mukjizat-mukjizatnya...
Di dalam hadits terdapat tafsir Al-Qur'anul 'Azhim kabar dan peringatan yang penuh bijaksana, pendapat-pendapat sahabat tentang berbagai hukum yang terpelihara?
Allah menjadikan ahli hadits sebagai tiang pancang syari'at. Dengan mereka, setiap bid'ah yang keji dihancurkan. Mereka adalah pemegang amanat Allah di tengah para makhlukNya, perantara antara nabi dan umatnya, orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam me-melihara kandungan (matan) hadits, cahaya mereka berkilau dan ke-utamaan mereka senantiasa hidup.
Setiap golongan yang cenderung kepada nafsu -jika sadar- pasti kembali kepada hadits. Tidak ada pendapat yang lebih baik selain pendapat ahli hadits. Bekal mereka Kitabullah, dan Sunnah Rasulullah adalah hujjah (argumentasi) mereka. Rasulullah kelompok mereka, dan kepada beliau nisbat mereka, mereka tidak mengindahkan berbagai pendapat, selain merujuk kepada Rasulullah. Barangsiapa menyusahkan mereka, niscaya akan dibinasakan oleh Allah , dan barangsiapa memusuhi mereka, niscaya akan dihinakan oleh Allah ."
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk kelompok ahli hadits. Berilah kami rizki untuk bisa mengamalkannya, cinta kepada para ahli hadits dan bisa membantu orang-orang yang mengamalkan hadits.
klik image bukunya sebagai referensi buku2 pilihan
Mungkin sudut pandang kita dalam melihat permasalahan berbeda, tapi perbedaan itu bukan masalah, hanya bagaimana kita menyikapi perbedaan itu yang menjadi masalah.
Blog ini boleh disikapi berbeda oleh siapapun termasuk anda, boleh tidak setuju, marah, kesal, mencaci-maki apalagi menyetujui pendapatku.
Jadi mari kita dewasa menyikapinya...!
bukan simbol negara atau milik satu harokah saja. ia adalah panji islam....!!!